Jumat, 10 Februari 2012

Ihsan Magazine - Yawadwipa Companies, Selasa 7 Februari 2012, resmi mengirim surat penawaran kepada PT Danareksa Sekuritas, agen penjual Bank Mutiara. Bank itu dulu dikenal sebagai Bank Century. Bank yang kemudian bermasalah sebab menumpuk utang. Para petinggi dan pemilik bank itu kemudian masuk penjara.
Century diselamatkan oleh pemerintah. Hal yang belakangan menjadi kontroversi panjang sebab sejumlah kalangan menuduh bahwa proses penyelamatan itu penuh siasat. Dan mestinya bank itu dibiarkan mati. Tapi jika bank itu ditutup, maka akibatnya akan besar terhadap ekonomi Indonesia. Debat soal ini menyita perhatian beberapa waktu lalu.
Sesudah ditangan pemerintah, Century berganti nama menjadi Bank Mutiara. Setelah kinerjanya membaik, bank ini lalu dijual. Salah satu pembeli yang berminat, ya, Yawadwipa itu.
Yawadwipa memasang harga US$750 juta. Atau sekitar Rp6,75 triliun untuk membeli bank itu. Jumlah yang sama dengan dana penyelamatan pemerintah melalui Lembaga Penjamin Simpanan pada 2008.

Dalam penawaran Yawadwipa mengaku berminat mengakuisisi bank itu. Mereka menilai bank itu punya prospek yang bagus. Mereka juga sangat ingin bertemu dengan LPS guna untuk menindaklanjuti tawaran itu.

Setelah mengumumkan niat membeli Century itu, Yawadwipa Companies tiba-tiba sohor dua hari belakangan. Maklum saja,  bank ini sempat beberapa kali hendak dijual, tapi gagal selalu.

Lalu siapa Yawadwipa yang berminat membeli itu?  Tak banyak memang yang tahu. Informasi yang bisa diperoleh hanya berasal dari laman resmi milik perusahaan. Di laman tersebut disampaikan Yawadwipa merupakan perusahaan finansial yang baru dibentuk pada 9 Januari 2012.

Perusahaan ini memiliki dua kantor, yaitu di Jakarta dan Singapura. Alamat lengkap kantor Jakarta di Menara 2 lantai 17 Gedung Bursa Efek Indonesia, Jalan Jenderal Sudirman. Sementara itu, di Singapura terletak di Singapore Land Tower lantai 37 di 50 Raffles Place.

Berbekal informasi tersebut, VIVAnews mencoba untuk menelusuri keberadaan kantor di Jakarta itu pada Selasa, 7 Februari 2012. Dari data yang dikumpulkan, tidak terlihat kesibukan laiknya seperti kantor di situ. 

Yawadwipa menempati salah satu bagian sisi utara di lantai 17 Gedung Bursa Efek Indonesia, berbagi dengan perusahaan lainnya, termasuk dengan Panin Sekuritas di sisi selatan.

Beberapa jurnalis juga tampak berupaya mencari tahu keberadaan perusahaan Yawadwipa. VIVAnews yang sempat menunggu selama lebih dari tiga jam, tak juga kunjung menemukan orang yang bisa ditanya di situ.

Hanya terlihat dua orang resepsionis di lobi kantor. Itu saja, mereka mengaku bukan karyawan Yawadwipa, cuma sebagai penjaga lantai itu. "Benar itu kantor Yawadwipa," katanya tanpa mau menyebut nama. "Tapi sudah dua hari tidak ada aktivitas."

Terlihat hanya beberapa orang berlalu lalang di lantai 17. Namun, tidak ke ruangan kantor Yawadwipa, tetapi ke sisi lainnya. Ruangan lobi kantor bercat krem dengan hiasan sebuah lukisan itu tak dilengkapi logo maupun tulisan nama perusahaan Yawadwipa.

Berdasarkan penelusuran di laman resminya, Yawadwipa dikendalikan oleh C. Christopher Holm. Dialah salah satu pendiri yang kemudian menjadi CEO. Selain itu, ada Prasetyo Singgih yang duduk sebagai Chief Operating Officer. Dalam laman itu tertulis, Prasetyo merupakan salah satu wakil ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia. Namun,VIVAnews tidak menemukan nama itu dalam daftar kepengurusan Kadin Indonesia.

Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal, yang juga Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan, mengaku belum mengetahui siapa Yawadwipa. Dia hanya kenal dengan Prasetyo Singgih. Dialah pengacara Yawadwipa. "Saya pernah bertemu dia," katanya, Selasa 7 Februari 2012.

Gita mengatakan, Singgih memperkenalkan Yawadwipa dan meminta keterangan mengenai kondisi makro ekonomi Indonesia. Gita menjelaskan, Yawadwipa ingin membuka perusahaan private equity dan melakukan investasi di Indonesia. "Tapi sama sekali tidak menyinggung ingin membeli Bank Mutiara," kata Gita.

Profil Yawadwipa Harus Diketahui
Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan agar siapa saja yang membeli  Bank Mutiara harus berani menampilkan siapa jati dirinya. Menjelasan kepada publik itu perusahaan apa dan sebagainya. Dia juga mengimbau agar penjual bank itu dapat melakukan kajian terhadap latar belakang calon investor.

"Karena di bidang jasa keuangan itu sangat diatur. Jadi profil dari pada calon investor sangat penting diketahui," ujarnya di Jakarta, Selasa malam.
Memang, menurut Agus, diperbolehkan calon investor menggunakan fasilitas special Purpose Vehicle (SPV) atau perusahaan khusus, namun tetap calon investor harus diketahui jati dirinya. "Jadi supaya proses ini dapat dilakukan dengan baik," tuturnya.

Ketua Perhimpunan Bank-bank Umum Nasional Sigit Pramono berharap investor Yawadwipa jangka panjang. "Bukan investor jangka pendek yang hanya mengejar capital gain," kata Sigit di Jakarta, Selasa.