Kamis, 18 Juli 2013

Hye-sung berada di dalam subways ditemani oleh Soo-ha. Dia melihat ke sekeliling, dan melihat oran-orang sibuk dengan ponselnya masing. Hye-sun menuntup matanya, lalu dia melihat bayangan Kakek Dae-sung yang mengambil koran-koran gratis yang sudah tidak dibaca oleh orang dan dimasukan ke dalam karung.
Hye-sung teringat perkataan Kwan-woo di pengadilan kemarin.
”Yang Mulia, apakah anda pernah menaiki subway sebelumnya? Tidak ada orang yang melihat berita menggunakan koran lagi. Mereka menggunakan smartphones.”
Hye-sung berbicara sendiri, “Itu benar.”
Terngiang kata-kata Kwan-woo lagi di persidangan.
“Untuk orang yang perlu mengumpulkan 800 lembar koran setiap hari untuk hidup, koran gratis di jalan berarti cara bertahan hidup untuk mereka.”
Hye-sung: “Memang seperti itu.”
Soo-ha membuka headsetnya dan bertanya pada Hye-sung: “Apa yang memang seperti itu?”
Hye-sung: “Pengacara Cha benar-benar mengganggu. Dia bertingkah seperti mengkhawatirkanku, tapi sebenarnya malah mencelaku. Untuk bertindak seperti seorang pembela umum.
Soo-ha: “Apa yang kau bicarakan?”
Hye-sung: “Aku ingin menolong Pengacara Cha.”
Soo-ha: “Kau ingin….menolong Pengacara Cha?”
Hye-sung: “Tidak, maksudku….Kasus ini awalnya merupakan kasusku, dan sekarang dia bekerja keras. Itulah mengapa aku ingin menolongnya. Bukan karena ada perasaan lain. Tidak ada untungnya membodohi dia, dia bisa membaca pikiranku. Aku baru menyadarinya, tapi aku pikir Pengacara Cha….”
Soo-ha tidak mau mendengar lebih jauh lagi, “Stop.” Dia memakai headsetnya lagi.
***

 Yoo-chang mengajak para pengacara makan siang di restoran cina. Dia mendapatkan kupon, jika makan disana berempat akan mendapat makanan tambahan. Kwan-woo mengajak Hye-sung ikut serta. Hye-sung menolak tapi ditarik paksa oleh Kwan-woo.

 Setiba di restoran cina, mereka bertemu dengan Hakim Kim yang makan bersama tiga jaksa, termasuk Do-yeon. Hakim Kim menawarkan untuk bergabung di meja yang sama. Dan akhirnya mereka berdelapan makan bersama.
Hakim Kim memulai pembicaraan: “Oh, Pengacara Cha, kasusmu kali ini sangat menyentuh.”
Jaksa 1: “Aku dengar kau bahkan membawa koran ke ruang persidangan. Ada rumor beredar di kantor kami.”
Pengacara Shin: “Tuan Lee Dae-sung sungguh berada dalam situasi yang menakutkan. Dia pernah mengatakan, dalam tiga hari dia hanya meminum segelas yogurt.”
Pengacara Shin menyenggol Kwan-woo, memberi kode untuk menarik perhatian hakim..
Kwan-woo: “Bukan hanya itu, roti yang dibuang dari minimarket, yang sudah berjamur, dia membuang jamurnya dan memakan roti itu. Di tinggal di ruangan kecil yang tidak bisa disebut sebagai sebuah kamar..”
 Do-yeon: “Ada 100.000 orang yang tinggal di ruangan kecil. Seratus ribu orang itu tidak semuanya mencuri untuk bertahan hidup. Mereka hidup dengan moral. Hanya dengan alasan mereka tinggal di ruangan kecil, jika kita memberikan toleransi pada mereka untuk ini  dan itu, itu bisa berarti kita menciptakan dunia yang lemah hukum. Itu tidak bermoral.”
Semua orang berhenti makan mendengar omongan Do-yeon. Dan saat Do-yeon akan mengambil makanan, Hye-sung memutar mejanya. (Meja makannya yang tengahnya bisa berputar itu lho, jadi kalau mau ambil makanan yang jauh tinggal di putar.)

 Hye-sung: “Jadi? Itukah mengapa kau, jaksa, menuntut 6 tahun hukuman penjara untuk pencurian karena kebutuhan untuk seorang pria tua yang di umur 80-an mencuri koran gratis? Itukah moralmu?”
Dan saat Hye-sung yang akan mengambil makanan, Do-yeon gantian memutar mejanya.
Do-yeon: “Ya, itu moralku. Lee Dae-sung telah melakukan 16 kali pencurian. Itu dibenarkan untuk menambahkan hukuman, jika orang itu melakukan kesalahan yang sama. Jika kita melepaskannya karena usia, maka apa yang akan kita katakan pada korban?”
Do-yeon akan memutar meja, ditahan oleh Hye-sung, “Terdakwa bukan mengulangi kejahatan pemerkosaan ataupun korupsi untuk bertahan hidup. Hukuman tambahan hanya benar jika diberlakukan pada kejahatan mengerikan seperti itu. tapi, untuk menjalani hidup, dia hanya mengambil beberapa koran gratis…”
Do-yeon: “Itu 300 lembar koran.”
Hye-sung: “Baik, untuk seseorang yang ‘hanya’ mengambil 300 lembar koran, jika kau memberikan hukuman tambahan seperti pada penjahat pemerkosa atau korupsi, itu sungguh kesalahan dalam penghakiman, tanpa rasa kemanusiaan.”
Kwan-woo tersenyum, Pengacara Shin juga, setuju dengan apa yang dikatakan Hye-sung.
Do-yeon masih menatap tajam Hye-sung.
Hakim Kim mendinginkan suasana yang panas itu, “Woh woh… Jangan membicarakan hal ini saat kita makan. Kalian berdua, tolong singkirkan tangan kalian dari meja roda! Meja roda harus berputar jadi kita dapat makan dengan semestinya!”
Hakim Kim mencoba memutar-mutar meja roda yang masih di pegang oleh Hye-sung dan Do-yeon yang masih bertatapan tajam. Lalu mereka berdua melepaskannya hampir bersamaan.
***

 Kakek Dae-sung sedang memandangi mobil penjual roti.
“Roti telur-3 buah untuk 2000 won,  roti pisang-2 buah untuk 1000 won. Tidak menjual satuan.”
Kakek merogoh kantungnya dan hanya ada uang receh 500 won. Soo-ha melihatnya dari jauh dan membaca pikirannya.
Kakek Dae-sung: “Akankah dia memberikan satu buah roti untuk 500 won jika aku memintanya?” Kakek memandangi roti itu dengan lidah yang mengecap. (kayaknya lapar banget, sedih liatnya..)
 Soo-ha tersenyum dan menghampiri kakek, “Kakek! Kakek! Apa kau punya 500 won?”
Kakek terlihat bingung, Soo-ha melanjutkan, “Aku hanya punya 1500 won. Jika aku punya 500 won lagi aku bisa membeli 3 roti telur.”
Kakek merogoh kantongnya lagi dan bertanya, “Apakah kau akan memberikan satu untukku?”
Soo-ha tersenyum, “Tentu saja! Aku akan memberikanmu dua.”
Kakek tersenyum dan menyerahkan uang 500 won nya pada Soo-ha.
***
 Soo-ha sedang memasukkan makanan kiriman ibu ke dalam kulkas. “Dia mengirim banyak sekali makanan. Sekarang sepertinya tidak akan terjadi perang.”
Hye-sung mencoba jaket kiriman ibu, “Kau harus mengakui kebesaran hati ibuku. Dia bahkan mengirimkan pakaian.”
Soo-ha mengahmpiri Hye-sung dan berkata: “It’s cute.”
Hye-sung: “Aku?”
Soo-ha: “Bukan. Jaketnya.”
Hye-sung: “Omonganmu sungguh tidak menyenangkan.”

 Hye-sung membuka kembali jaketnya dan duduk, “Keputusan hakim untuk Kakek Lee Dae-sung dilakukan besok pagi. Apa yang harus ku lakukan?”
Soo-ha duduk di depannya, “Apakah tidak ada pilihan selain hukuman penjara?”
Hye-sung: “Ya.. jika Do-yeon tidak mengubah tuntutan tertulis, dari ‘habitual theft’ menjadi hanya ‘theft’, dia mungkin bisa menghindari hukuman penjara. Tapi wanita itu tidak akan melepaskannya. Jika kakek mendapatkan kesepakatan, dia bisa meminimalkan hukuman. Tapi dia tidak mempunyai alasan untuk mendapat kesepakatan.”

 Hye-sung menelungkupkan wajahnya ke meja, “Tidak ada cara lain. Tidak ada.”
Soo-ha: “Kakek sepertinya sudah mencoba untuk mendapatkan kesepakatan.”
Hye-sung: “Bagaimana kau bisa tahu?”
Soo-ha: “Aku bertemu kakek hari ini.”

 Hye-sung mengangkat wajahnya. “Benarkah? Bagaimana kau bisa bertemu dengannya?”
Soo-ha: “Hanya…tidak sengaja.”
Hye-sung: “Tidak sengaja? Oo, daebak.. Lalu, apa yang dia katakan?”
Soo-ha: “Beberapa waktu yang lalu dia bertemu dengan pemilik perusahaan koran secara kebetulan di suatu pemakaman. Dia meminta maaf dan berjanji tidak akan melakukannya lagi, tapi sepertinya si pemilik tidak mau mendengarkan. Kemudian si pemilik datang ke rumah kakek dan mengatakan akan membuat kakek di penjara.”
Hye-sung menelungkupkan kembali wajahnya, “Berarti si pemilik juga tidak ingin membuat kesepakatan….” Kemudian Hye-sung menyadari sesuatu dan mengangkat wajahnya kembali. “Tapi, bagaimana bisa mereka bertemu di pemakaman?”
Soo-ha: “Hanya kebetulan. Orang yang meninggal mempunyai hubungan dengan keduanya.”
Hye-sung: “Berarti korban dan kakek mempunyai hubungan keluarga?”
Soo-ha: “Mereka sepertinya terlihat sangat jauh jika disebut sebagai keluarga. Mereka berdua sepupu dari dua sisi, jadi mereka sepupu ketiga. Mereka menyadarinya di pemakaman itu.”
 Hye-sung: “Walaupun sangat jauh, mereka tetap punya hubungan keluarga.”
Hye-sung tampak berpikir, “Rencana paling bagus, Hukum Khusus untuk Kejahatan diantara Keluarga mungkin akan berhasil.”
Soo-ha: “Hukum Khusus untuk Kejahatan diantara Keluarga? Apa itu?”
Hye-sung: “Hey, aku pikir aku punya satu cara. Jika kau mau menolongku.”
*** 


 Kwan-woo, Kakek Dae-sung dan Pengacara Shin duduk bersama.
Kwan-woo: “Maafkan aku kakek. Aku ingin membebaskanmu dari penjara, tapi aku pikir itu akan sulit. “
Kakek: “Bagaimanapun, aku hanya akan hidup didalam penjara. Aku tidak perlu khawatir tentang uang sewa dan tidak perlu meminum air gula. Terdengar baik! Tapi, apakah polisi akan langsung membawaku setelah pembacaan keputusan hukuman?”
Kwan-woo: “Ya, sepertinya begitu.”
Kakek: “Aku mengerti.”
Kakek terlihat terguncang, lalu Pengacara Shin memegang tangannya yang gemetaran, menguatkan.
*** 

 Hye-sung sedang di café, menulis sesuatu sambil menunggu Soo-ha.
Yang ditunggu datang dan memberikan minuman untuk Hye-sung. Hye-sung menyapa tanpa melihat Soo-ha. Lalu di menoleh dan terkejut melihat penampilan Soo-ha.
Hye-sung: “Hey, kau.. kau… kau!”
Soo-ha menggaruk kepalanya yang tidak gatal, “Apa? Kau bilang untuk memakai setelan.”
Hye-sung: “Banyak orang bilang bahwa setelan yang bagus memperlihatkan kebenaran seorang pria. Aku pikir itu berlaku juga untukmu. Aku hampir saja tidak mengenalimu.” (maksudnya terlihat lebih laki gitu..)

Soo-ha senyum-senyum aja mendapat pujian seperti itu.
Soo-ha: “Apapunlah, katakan saja apa yang harus ku lakukan.”
Hye-sung menunjukkan catatannya, ” Oke, lihat kesini. Pencurian pada dasarnya tidak di hakimi berdasarkan keluhan (laporan). Jadi, sekali dai di tuduh, tidak peduli apakah mereka punya kesepakatan dengan korban atau tidak. Akan tetapi, jika korban adalah keluarga terdakwa, maka situasinya berubah. Jika korban menerima kesepakatan dan mencabut tuntutan, maka tidak akan ada lagi persidangan. Itulah Hukum Khusus untuk Kejahatan diantara Keluarga.”
Soo-ha: “Jadi, kakek dan korban adalah keluarga, walaupun jaraknya jauh. Jadi, jika mereka membuat kesepakatan, kakek bisa pulang ke rumah.”
Hye-sung: “Benar!”
Soo-ha: “Tapi, korban sepertinya tidak akan menerima kesepakatan. Kau bilang Pengacara Cha disiram air saat akan membuat kesepakatan.”
Hye-sung menunjukkan payungnya, “Itulah mengapa aku membutuhkan ini, dan kau!”

Hye-sung kemudian menceritakan rencananya dan mereka tertawa bersama.
*** 



 Hye-sung dan Soo-ha mendatangi rumah korban. Seperti yang sudah di duga, mereka disiram air. Tapi tidak kena karena mereka memakai perisai payung.
Hye-sung memperkenalkan dirinya sebagai pengacara bersama asistennya.
Korban mengatakan tidak akan membuat kesepakatan, karena ingin melihat kakek masuk penjara.





Hye-sung ‘mengancam’ korban dengan bantuan Soo-ha yang membaca pikiran korban. Hye-sung memojokkan korban dengan mengatakan akan melakukan laporan balik mengenai kedatangannya ke rumah kakek dan menimbulkan ketidaknyamanan serta fakta korban menerbitkan iklan penawaran gadis dibawah umur di korannya.
Korban: “Apa kau mengancamku?”
Hye-sung: “Tidak, bukan mengancam. Tapi, katakan saja, kemampuan untuk mendapatkan kesepakatan.”


Mereka akhirnya mendapatkan berkas-berkas kesepakatan itu. Mereka ber-hi-five. Hye-sung berterimakasih pada Soo-ha, tanpa dia Hye-sung tidak bisa apa-apa. Hye-sung akan mentraktir Soo-ha makanan sebagai imbalan. Tapi, Soo-ha meminta pergi bersama ke aquarium. Hye-sung pun berjanji akan menemani Soo-ha ke aquarium setelah kasus ini selesai.
Hye-sung pergi lebih dulu karena dia akan telat ke persidangan.
***


 Di persidangan. Kakek Dae-sung berdiri di depan hakim mendengarkan keputusan hakim. Hampir saja Jakim mengetok palu, Hye-sung sampai dan menginterupsi. Hye-sung memberikan berkasnya pada Kwan-woo. Kwan-woo melihatnya dan terlihat gembira.
Kemudian Kwan-woo memeluk Hye-sung dan berterima kasih. Lama. Sampai mendapat peringatan dari Hakim baru dia lepas. Hye-sung bengong.
Kwan-woo membagikan berkas tadi pada Hakim dan Jaksa. “Jika kita melihat kertas itu, korban adalah sepupu ketiga dari terdakwa. Seperti Hukum Kriminal, Bagian 344 dan 324, kejahatan diantara keluarga memerlukan laporan korban untuk kemudian di proses dengan tuntutan tertulis.”
Pengacara Shin: “Jadi ini Hukum Khusus untuk Kejahatan diantara Keluarga. Dia (Hye-sung) beruntung bisa mengetahuinya.”  Pengacara Shin tersenyum.
Kwan-woo: “Saat ini, korban Lee Man-il mencabut tuntutan, dan tidak menginginkan persidangan dilanjutkan. Jadi, kasus ini tidak mempunyai alasan lagi untuk dilanjutkan.”
 
Do-yeon terlihat kesal. Kwan-woo meledeknya dengan mengipas-ngipaskan kertas itu dihadapan Do-yeon.
Hakim: “Itu benar. Kasus ini tidak lagi valid untuk hukuman kriminal. Kau bisa pulang sekarang, terdakwa.”
 
Kakek Dae-sung tersenyum dan segera keluar persidangan.
Pengacara Shin tersenyum.

Kwan-woo mengepalkan tangannya ke udara, “Yuhu!” dan melihat ke arah Hye-sung yang masih diam mematung di posisinya berdiri tadi setelah mendapat pelukan. Hye-sung tampaknya masih kaget menerima pelukan yang tiba-tiba itu.
*** 

 Hye-sung berjalan di taman. Dia melihat Kwan-woo berada di depannya, Kwan-woo juga melihatnya dan tersenyum. Hye-sung sepertinya belum siap bertemu Kwan-woo, sehingga dia berbalik dan berjalan dengan cepat. Kwan-woo memanggilnya.
Kwan-woo: “Pengacara Jang! Kau mau kemana Pengacara Jang?”
Hye-sung: “Oh, ternyata kau..” Hye-sung berusaha tersenyum seperti biasanya.
Kwan-woo: “Kau tidak tau itu aku? Aku memanggilmu dengan kencang.”
Hye-sung: “Aku tidak tahu..”
Dari arah lain Soo-ha berjalan ke arah mereka, Soo-ha menunggu telpon dari Hye-sung. Kemudian Soo-ha melihat mereka berdua, dan menghentikan langkahnya tidak jauh dari sana, cukup dekat untuk bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.
Kwan-woo: “Terima kasih banyak untuk hari ini. Jika bukan karena kau, mungkin kakek sudah dipenjara.”
Hye-sung: “Tidak apa-apa. Aku melakukannya tidak untuk menerima ucapan terima kasih.”
Kwan-woo: “Dan tadi, saat aku memelukmu……”
Hye-sung: “Tidak apa-apa, aku biasa saja dengan hal itu. Jika seseorang sangat bahagia, maka dia dan rekannya akan memeluk satu sama lain.”
Hye-sung berkata tanpa menatap Kwan-woo.
Kwan-woo: “Lalu bagaimana jika hi-five?”


 Hye-sung mengacungkan tangannya dan ber-hi-five dengan Kwan-woo, tapi…Kwan-woo menggenggam tangannya dan menciumnya…Lama… dan Soo-ha melihatnya.
Hye-sung: “Apa yang kau lakukan?”
Kwan-woo: “Mari kita berkencan.”
Hye-sung: “Apa? Uhm…itu…”
Kwan-woo: “Aku mungkin terlihat tertawa dari luar, tapi di dalam aku gemetaran sekarang. Tolong jawab dengan cepat. Apa kau membenciku?”
Hye-sung: “Tidak, aku menyukaimu.”

 Hati Soo-ha benar-benar terluka sekarang. Dia berbalik pergi meninggalkan tempat itu.
*** 

 Di sekolah. Seung-bin berjalan bersama seorang teman laki-laki, temannya Joon-gi, membicarakan nilai-nilai ujian mereka. Lalu Seung-bin melihat Soo-ha sedang berbaring di lapangan.
Seung-bin: “Oh, itu Soo-ha!”
Teman Joon-gi: “Dimana?”
Seung-bin: “Itu disana!” dan Seung-bin berlari akan menghampiri Soo-ha.
Teman Joon-gi: “Hey, itu Soo-ha? Kau dapat melihatnya?”
Kemudian Joon-gi datang: “Dia melewatkan kelas pagi ini, darimana saja dia?”
Teman Jooon-gi bingung: “Hey, kau dapat melihatnya juga?”
Joon-gi: “Apa kau menderita penyakit mata kabur?”
Teman Joon-gi: “Tidak.” Dia masih berusaha melihat Soo-ha dengan memicingkan matanya.
Joon-gi: “Lalu mengapa kau tidak bisa melihatnya?”
(banyak yang berspekulasi dengan tidak terlihatnya Soo-ha oleh temannya yang ini, mungkinkah Soo-ha setengah meninggal?)


Soo-ha berbaring di lapangan menghadap langit. Dia mengingat kedekatan Hye-sung dan Kwan-woo. Saat Kwan-woo mengantar Hye-sung pulang dalam hujan dan dia melihatnya dengan dada yang terasa sesak. Saat Hye-sung akan berkencan dengan Kwan-woo, saat di subways Hye-sung mengatakan ingin menolong Kwan-woo. Dan saat Kwan-woo mencium tangan Hye-sung dan mengajaknya berkencan.

Soo-ha menghela nafas, kemudian duduk. Dia mengambil boneka beruang kecilnya, mengelusnya dengan sayang dan tersenyum. Kemudian memantapkan hati dan melemparkan boneka itu. Soo-ha membuangnya, dan sepertinya akan membuang rasa cintanya untuk Hye-sung juga.


Seung-bin mengambil boneka itu dan tidak sengaja menekan perutnya. “Kerja bagus, Pengacara Jang. Kerja bagus, Pengacara Jang.”
Seung-bin berbicara sendiri, “Apa ini? Dia bilang dia tidak menyukainya…. Dia menyukainya…”
Seung-bin menatap punggung Soo-ha yang menjauh.
*** 

 Hye-sung berusaha menelpon Soo-ha tapi tidak di angkat-angkat. Hye-sung heran kenapa Soo-ha tidak mengangkat telponnya, padahal katanya ingin ke aquarium.
Hye-sung lalu melihat kakek Dae-sung sedang duduk.
Hye-sung: “Kakek Lee Dae-sung.”
Kakek: “Kau sudah selesai sekarang?”
Hye-sung: “Apa yang kau lakukan disini?”
Kakek: “Aku minta maaf karena telah menyebutmu sebagai pengacara sampah. Lihat! Aku meminta maaf!”

 Hye-sung: “Apakah ini permintaan maaf?”
Kakek: “Tentu saja.”
Hye-sung: “Kau meminta maaf karena diminta oleh Pengacara Cha, benar kan? Aku tidak perlu permohonan maafmu. Hubungi saja anakmu!”
Kakek: “Mengapa kau mengatakannya lagi?”
Hye-sung: “Dia pasti sedih melihat kau di luar hidup seperti ini.”
Kakek: “Itulah mengapa aku tidak mau menghubunginya. Aku tidak mau dia sedih, karena aku juga akan sedih. Lebih baik tidak tahu seperti ini. Baik untuknya dan baik untukku.”
Kakek berjalan pergi, kemudian dia berbalik dan memberikan Hye-sung minuman. Seperti susu. Saat Hye-sung meminumnya, susu itu terasa hangat. Itu berarti kakek sudah menunggu lama Hye-sung disana.
*** 

Joon-guk mendapat sms lagi, “Aplikasi untuk menghindari sms spam- dikeluarkan oleh Kemetrian Informasi dan Komunikasi.”
Joon-guk tidak heran dengan sms itu karena belakangan banyak sms spam yang masuk, dan dia mengklik link URLnya.
Dan, dia terkena jebakan Ahjussi Pelacak. Ahjussi pelacak yang tertidur segera terbangun mendengar nada peringatan dan melihat lokasi Joon-guk di layar.

*** 

Ibu sedang memasukkan daging ke dalam wadah. Joon-guk masuk.
Ibu: “Karena aku membuatkan makanan untuk Hye-sung, aku membuat beberapa untukmu, bawalah saat nanti pulang.”
Joon-guk: “Boss, ada yang ingin aku katakan.”
Ibu: “Apa yang ingin kau katakan?”
Joon-guk mendekati ibu, “Itu…sedikit panjang.”
Dan kita diperlihatkan tangan Joon-guk yang memegang kunci inggris.
***
 Hye-sung mencoba menelpon ibu, setelah beberapa lama tidak diangkat, akhirnya terdengar suara ibu yang tidak biasa.
Hye-sung: “Ibu? Mengapa ibu lama sekali mengangkat telponnya?”
Ibu: “Aku dari kamar mandi. Mengapa kau menelpon?”
Hye-sung: “Aku akan kesana besok. Apakah aku perlu membeli sesuatu?”
Ibu: “Tidak perlu. Apa hanya itu yang perlu kau katakan?”
Hye-sung: “Tidak. Ibu tahu kan kakek yang melemparku dengan sampah? Semua tuntutan padanya sudah dicabut.”
Ibu: “Itu bagus. Bukankah kau bilang pengacaranya diganti jadi Pengacara Cha?”
Hye-sung: “Iya, tapi putri ibu memainkan peran penting. Jika bukan karena aku, kakek mungkin sudah masuk penjara untuk 2 tahun.”
Ibu: “Itu bagus.”
Hye-sung: “Aku tahu. Ibu? Ibu tidak sedang menyembunyikan sesuatu dariku kan?”
Ibu: “Apa yang kau katakan?”
Hye-sung: “Ibu tidak menyembunyikan suatu rahasia dariku kan? Seperti berpura-pura tidak merasakan sakit atau memiliki waktu yang buruk karena tidak mau membuatku khawatir, kan?”
Ibu: “Aku punya.”
Hye-sung: “Apa?”
Ibu: “Mengatakan bahwa pekerjaan adalah belahan jiwamu dan berpikir bahwa kau tidak akan menikah.”
Hye-sung: “Apa itu? Aku serius. Tidak ada hal lain kan?”



 Dan kita melihat ibu dipojokan dengan tangan dan kaki terikat, darah mengucur dari kepalanya. Di depannya ada Min Joon-guk yang memegangi ponsel ibu dan memegang kunci inggris.
Ibu: “Ya tidak ada.”
Hye-sung: “Jika ada, ibu harus memberitahuku. Mengerti? Aku tutup telponnya.”
Ibu: “Tunggu, Hye-sung!”
Hye-sung: “Apa?”
Ibu: “Hye-sung…kau mendengarku?” ibu melirik Joon-guk. “Mata untuk mata dan gigi untuk gigi. Jika kau hidup seperti itu, seluruh dunia akan terhalangi.”
Hye-sung: “Apa yang kau katakan?”
Ibu: “Semua orang yang menyakitimu, itu karena mereka cemburu. Karena kau sangat beruntung. Itu karena mereka cemburu. Jadi, jangan membenci mereka. Jangan merasa seperti itu, dan kasihanlah pada mereka.”
Joon-guk menatap ibu.

Hye-sung: “Ibu berada dipihak Do-yeon, kan?”
Ibu berteriak: “JANGAN MEMBANTAH PERKATAANKU! Berjanjilah.. kau tidak akan membenci seseorang sampai membuat hidupmu hancur. Saat seseorang dilahirkan ke dunia, hidup ini tidak cukup panjang untuk mencintai satu sama lain, benarkan?”
Hye-sung: “Baikah. Aku mengerti.”
Ibu: “Baik. Itu baru gadisku….” Ibu menahan tangisnya.
Hye-sung: “Ada yang aneh. Hidung ibu seperti tersumbat. Apakah Ibu kedinginan?”
Ibu: “Benarkah?”
Hye-sung: “Jangan menahannya dengan air madu, pergilah ke rumah sakit dan mendapatkan perawatan. Ibu ada di usia dimana kedinginan bisa sangat menakutkan.
Ibu: “Baiklah. Tutup telponnya.”


Joon-guk: “Hanya itu?”
Ibu menganguk.
Joon-guk: “Itu kata terakhir untuk putrimu?”
Ibu: “Ya, aku tahu. Itu kata terakhirku.”
Joon-guk berdiri, “woah, aku menyuruhmu untuk tidak memberitahunya, dan kau melakukan itu. Kau seharusnya menangis dan memintanya untuk menolongmu!”
Ibu: “Apa aku gila?! Aku tahu apa yang akan kau lakukan. Kau pikir aku akan tertipu?”


 Joo-guk menghampiri ibu lagi, “boss, kau lebih tabah daripada yang terlihat. Aku beritahu kau semuanya. Alasan aku menjadi seperti ini. Alasan mengapa aku menjadi musuh putrimu.”
Joon-guk sperti menahan perasaannya, “Kau tahu semua yang akan aku lakukan sekarang. Apa kau takut?”
Ibu dengan cepat menjawab, “Aku tidak takut. Kau hanya tidak berharga dan aku kasihan padamu.”
Joon-guk tersulut emosi, “Tidak berharga? Kasihan?”
Ibu: “Kau hidup bertahun-tahun dengan membenci seseorang. Berapa lama kehidupan seperti neraka yang kau rasakan?”

Joon-guk tersenyum sinis, “Benarkah? Lalu aku kira putrimu akan hidup di neraka, sepertiku. Membenciku karena membunuh ibunya dan menunggu untuk balas dendam. Benarkan?”
Ibu tersenyum meremehkan, “Dia tidak akan hidup seperti itu. Aku tidak membesarkannya untuk menjadi tidak berharga sepertimu.”
Senyum Joon-guk menghilang, “Tutup mulutmu!”
*** 

Ponsel Soo-ha berbunyi, ada pesan masuk, dari Ahjussi pelacak. “Akhirnya aku mendapatkan alamatnya. Di dekat persimpangan Myeongwol-dong, Seongmoo City.”
Soo-ha: “Seongmoo City?” dia sepertinya pernah mendengarnya.
Hye-sung pulang ke rumah. “Soo-ha, kau dirumah! Mengapa kau tidak menjawab telponku?”
Soo-ha bergegas menghampiri Hye-sung, “Restoran ibumu, ada dimana?”

Hye-sung: “Mengapa kau tiba-tiba menanyakannya?”
Soo-ha tidak sabar, “Dimana??”
Hye-sung: “Seongmoo City, kenapa?”
Soo-ha terkejut, “Itu di Myeongwol-dong, Seongmoo City? Dekat persimpangan?”
Hye-sung: “Ya, tapi… bagaimana kau bisa tahu? Mengapa kau menanyakan itu?”
Soo-ha: “Disana….Min Joon-guk ada disana.”
Hye-sung: “Mengapa Min Joon-guk….mengapa dia bersama ibuku?” Hye-sung masih belum sadar.


Telpon rumah berbunyi. Soo-ha menjawabnya, “Halo. Ya?” Soo-ha tertegun.
Hye-sung: “Siapa yang menelpon?”
Soo-ha menatap Hye-sung dengan mata berkaca-kaca.

Hye-sung: “Aku bertanya padamu! Siapa itu?!”
Soo-ha tidak bisa menjawab. Lalu terdengar suara Hye-sung.
Saat itu aku menyadarinya. Mimpi buruk ibuku belum berakhir. Itu baru saja dimulai. Dan mimpi buruk itu telah membuat semuanya lebih menakutkan dari apa yanga kami perkirakan.”