Hye-sung keluar ruang persidangan dengan perasaan gembira. Dia bahkan melompat-lompat. Pengacara Shin memanggilnya.
Pengacara Shin: “Apa yang membuatmu begitu bahagia?”
Hye-sung: “Pengacara Shin, kenapa anda tiba-tiba menggunakan bahasa formal?”
Pengacara Shin: “Apa kau begitu bahagia bisa membuktikan bersalah?”
Hye-sung tersenyum bangga: “Tentu saja.”
Pengacara Shin: “Aku melihat di persidangan Pengacara Jang lebih mirip seorang jaksa daripada Pembela umum.”
Hye-sung: “Apa anda mengatakan ini sebagai timbal balik? Bahwa say mempunyai mata hiu dalam membedakan bersalah dan tidak bersalah? Lagipula saya mempelajarinya bahwa itu bersalah dan menunjukkannya. Jadi, apa masalahnya?”
Pengacara Shin: “Di matamu, mengapa si kembar pergi ke minimarket, dan saat mereka membunuh korban, mengapa mereka membuka topengnya, apakah kau tidak penasaran dengan itu? Di kursi hadirin di persidangan, apakah kau tidak melihat seorang wanita menangis sedih saat dia melihat si kembar?”
Hye-sung: “Ya, aku tidak melihatnya. Kenapa aku harus melihatnya?”
Pengacara Shin berbicara dengan nada tinggi: “Mereka membuka topengnya berarti mereka sengaja menunjukkan wajahnya pada korban! Mereka membunuh untuk balas dendam. Dan untuk balas dendam, pasti ada alasannya. Disana ada seorang wanita yang menangis saat melihat si kembar, itu berarti ada seseorang yang berharap kau membantu mereka. Jadi, jika kau seorang pembela umu, kau seharusnya sudah tahu dari awal.”
Hye-sung terkejut, “Itu…..”
Pengacara Shin: “Suatu hari saat kau melupakan bahwa kau seorang pembela umu seperti hari ini, dan berdiri sebelum persidangan, aku akan membuat protes ke Asosiasi. Dan mengatakan bahwa Pengacara Jang Hye-sung tidak mempunyai kualifikas sebagai pembela umum.” Pengacara Shin membentak Hye-sung.
***
Hye-sung duduk melamun sendirian di bangku taman. Dia sepertinya sangat terpukul dengan perkataan Pengacara Shin. Dia mengingat kembali kata-kata Pengacara Shin dan mengingat perkataannya pada Do-yeon dulu setelah persidangan Seong-bin. Hye-sung mungkin merasa dia tidak ada bedanya dengan Do-yeon.
Kemudian Do-yeon dan rekannya sesama jaksa, berjalan melewati Hye-sung. Hye-sung melihatnya dn Do-yeon tersenyum padanya.
Hye-sung kembali mendesah dan memejamkan matanya. Kecewa pada dirinya sendiri.
***
“Jadi, kau merasa bahwa kau sama saja dengan jaksa itu.” Tanya Soo-ha.
“Ya…”
Mereka sedang makan bersama. Kali ini Soo-ha makan menggunakan sumpit, dan makanan yang tersaji di meja adalah makanan sebenarnya. :)
“Apa kau menyesal? Bahwa kau bekerjasama dengan jaksa dan membuktikan mereka bersalah?” tanya Soo-ha lagi sambil makan dengan lahap.
“Tidak. Tapi suatu perasaan bersalah dan membuatku merasa kotor. Seperti menggunakan serbet kotor untuk membersihkan p*nt*tmu.”
Soo-ha hampir tersedak, “Aish…haruskan kau berbicara seperti itu saat aku sedang makan? Jorok sekali.” Soo-ha protes.
Hye-sung menunduk, menyandarkan keningnya di meja, “Maukah kau memberitahuku bahwa aku melakukan hal yang benar 10 menit saja?”
Soo-ha: “Mengapa kau bertingkah kekanak-kanakan?”
Hye-sung mendesah, dia merasa tidak pernah bisa melakukan hal yang benar barang 10 menit saja.
***
Joon-guk sedang mengerjakan sesuatu di restoran ibu. Teman ibu datang dan mengajak ibu pergi ke jimjilbang (sauna).
Ibu memanggil Joon-guk, “Gil-dong, bawa ini.” Ibu memberikan bungkusan.
Joon-guk: “Apa ini?”
Ibu: “Aku melihat catatanmu bahwa kau sekarang berulang tahun. Aku membuatkanmu sedikit sup rumput laut dan beberapa makanan. Bawa dan makanlah di rumah.
Joon-guk terlihat terkejut Ibu perhatian padanya dan aku percaya ekspresinya kali ini bukan akting. Ibu tersenyum.
Teman ibu protes, bahkan dia tidak pernah mendapat ayam walaupun hanya sepotong. Ibu perhatian sekali pada Gil-dong.
“Aku perhatian pada orang yang juga perhatian padaku. Dia menggunakan semua kmemapuannya saat dia bekerja bersamaku.” Jawab ibu.
Teman ibu masih protes. Joon-guk tersenyum melihat dua ibu-ibu ini. Senyum yang tulus.
Ibu lalu menyuruh Joon-guk untuk segera bersiap dan pulang ke rumah sebelum bus terakhir. Joon-guk tersenyum meng-iya-kan.
Joo-guk menatap bungkusan itu dengan haru (?).
***
Seong-bin takut-takut mendekati Soo-ha yang sedang belajar. Seung-bin duduk di sampingnya dan melepaskan sebelah headset di kuping Soo-ha.
“Soo-ha, pecahkan soal ini untukku. Disini dikatakan untuk mrngintrgrlkan ‘sin’ dan ‘cos’, tapi apa artinya?” Seong-bin menunjuk satu soal di bukunya.
“Bagaimana jika ia menghindariku karena pengakuanku waktu itu? apakah ia akan membuatku terjatuh.” (maksudnya gak mau temenan lagi.)
Soo-ha tersenyum, “Bodoh. Ini bukan ‘sin’ tapi ‘sine’ dan juga bukan ‘cos’ tapi ‘cosine’. Apakah kau tidak tahu bagaimana untuk mengerjakan trigonometri?”
Seung-bin: “Sangat memalukan! Apa yang harus ku lakukan?” dengan ceria Seung-bin melanjutkan, “Hey, aku tahu tahu, aku mengatakannya hanya agar kau tertawa.
Soo-ha menjelaskan soal itu, tapi Seong-bin berkata lagi, “Ngomong-ngomong, aku menelpon dan mengatakan suka padamu. Lupakan itu, aku mengatakannya saat banyak pikiran. Bayangkan saja aku buang angin dengan mulutku. Boong boong!”
Dalam pikiran Seung-bin, “Dengan cara ini, setidaknya mungkin dia tidak akan menolakku.”
Soo-ha tersenyum, “Boong boong.”
Seung-bin, “Boong boong?”
Soo-ha: “Boong boong. Boong! Boong boong boong! Boong boong boong boong boong boong. Boong boong.”
Seung-bin “Boong. Boong! Terima kasih, Soo-ha.”
Soo-ha: “Untuk apa?”
(Lucu, Boong boong! Makanya gak aku skip. Hehe.)
Soo-ha mendapat telpon dari Joon-guk. Soo-ha terkejut dan agak ragu mengangkatnya setelah menyalakan recorder terlebih dulu.
Soo-ha: “Halo.”
Joon-guk: “Sudah lama, Soo-ha. Mengapa tidak menjawab? Apa ku mendengarkan?”
Soo-ha: “Tetap bicara.”
***
Soo-ha berjalan menuju suatu tempat dengan gelisah. Lama-lama dia berlari menuju kantor polisi.
Soo-ha memperdengarkan rekaman suara Joon-guk saat menelponnya tadi.
“Kau sudah mendengar aku pindah, kan? (Dimana? Dimana kau sekarang?) lupakan aku dan jalani hidup dengan baik. Aku tidak akan melupakanmu dan akan hidup dengan rajin. Aku menelponmu untuk mengatakannya. (Kau sedang mengancam?) silahkan berpikir apa saja yang bisa membuatmu nyaman.”
Pakpol jaga: “Ada apa dengan ini? Ini hanya telpon menanyakan kabar seperti biasa.” (Hate this guy.)
Soo-ha: “Telpon menanyakan kabar? Dia bilang tidak akan melupakan kami.” Soo-ha sedikit emosi.
Pakpol Jaga: “Tentu saja, dia tidak akan melupakanmu. Dia perlu bercermin (pada masa lalu) dan menjalani hidup dengan rajin. Dia mengatakan bahwa dia tidak akan melupakanmu.”
Berbeda dengan Pakpol yang dari tadi terlihat gelisah, “Itu terdengar seperti ancaman.”
Soo-ha ke Pakpol: “Kemana Min Joon-guk pindah? Kau pasti tahu kemana dia pergi kan?”
Pakpol: “Itu…kalau aku tahu hal ini akan terjadi, aku akan menanyakan kemana dia pergi.”
Soo-ha terkejut, “Kau benar-benar tidak tahu.”
Pakpol Jaga: “Mengapa kau harus tahu? Agar kau bisa membuat keributan lagi?”
Pakpol Jaga akan memukul Soo-ha tapi ditahan Soo-ha, “Jika kalian tidak melakukan apapun. Aku mungkin akan mencari dan membunuhnya.”
Soo-ha kemudian pergi. Pakpol terlihat cemas. Pakpol ini sepertinya lebih percaya pada Soo-ha.
***
Di kantor pengacara. Pengacara Shin dan juga Hye-sung sibuk dengan pekerjaannya masing-masing. Yoo-chang sendirian main bersama Krystal, si puppies itu.
“Mengapa aku tidak melihat Pengacara Cha?” tanya Yoo-chang. “Oh iya, papi-pagi tadi, dia pergi untuk bertemu dengan di kembar. Aku pikir harusnya dia sekaran sudah kembali.” Katanya pada Pengacara Shin. “Ini sudah tengah hari, mengapa kita tidak makan bersama?” kali ini berkata pada Hye-sung juga.
Pengacara Shin: “Kita akan makan bersama setelah Pengacara Cha kembali.”
Hye-sung: “Aku akan pergi duluan karena sudah ada janji dengan teman.”
Pengacara Shin: “Teman? Pengacara Jang, apa kau punya teman?” tanyanya sinis. (Jleb!)
Yoo-chang heran mengapa Pengacara Shin menggunakan bahasa formal pada Hye-sung. (Aku baru ngeh kalau dulu Pengacara Shin ngmngnya biasa, berarti sekarang Pengacara Shin menganggap Hye-sung bukan orang dekatnya.)
Pengacara Shin: “Bagiku…Pengacara Jang bukan seorang Pembela Umum.”
Hye-sung terlihat kesal sekali, menohok. (bahasa apaan tuh? ^^)
Yoo-chang menanyakan lagi bukankah Hye-sung ada janji dengan temannya. Hye-sung menjawab dengan ketus, “Ya. Semua orang menunggu untuk bisa mengajakku makan, mereka berbaris sampai ke bagian dunia yang lain.”
Kenyataannya, Hye-sung makan sendirian dengan lahap. Dia meminta tambahan sup pada pemilik restoran. Kemudian dia melihat trio lelaki memasuki restoran itu. hye-sung mengambil mangkuknya dan bersembunyi dibawah. Trio lelaki duduk di meja depan Hye-sung.
Yoo-chang memesan tiga seulongtang (sup tulang sapi).
Kwan-woo bertanya mengapa Pengacara Jjang tidak ikut makan bersama.
Pengacara Shin: “Dia mengatakan punya janji dengan temannya, jadi dia pergi duluan. Tapi mungkin dia sedang makan sendirian di suatu tempat.”
Yoo-chang bertanya pada Kwan-woo, “Apakah pertemuan dengan si kembar berjalan baik? Apakah mereka mengatakan mengapa mereka membunuh korban?”
Kwan-woo: “Ya. Itu untuk balas dendam. Kekasih salah satu dari mereka telah diperkosa pemilik minimarket itu. Pria itu mengancam akan menyebarkan fotonya jika dia (kekasih si kembar) melaporkannya pada polisi. Oleh karena itu, si kembar merencanakan dan membunuhnya.”
Hye-sung terlihat berpikir, mungkin menyesali apa yang sudah dia lakukan.
Yoo-chang: “Merampok, melakukan pembunuhan tanpa penyesalan, dan menyebabkan keributan di persidangan, hukumannya pasti berat.”
Pengacara Shin: “Jika aku menjadi pengacara mereka, aku mungkin akan meyakinkan mereka untuk menyerah dengan sendirinya. Untuk menerima dan menyesali perbuatan itu, hanya 3 sampai 4 tahun penjara. Aku bukan beraksi. Tapi, aku mengatakannya karena seorang pengacara harusnya melakukan itu.”
Hye-sung dibalik meja merenungi perkataan Pengacara Shin.
Kwan-woo: “Maafkan aku, karena kasus ini berjalan seperti ini, aku berharap mereka bertemu dengan pengacara seperti anda di persidangan banding.”
Yoo-chang: “Tapi, benarkah Pengacara Jang dan jaksa merencanakan semua itu? untuk menyatakan mereka bersalah?”
Pengacara Shin pada Kwan-woo: “Kau sudah mengetahuinya, kan?”
Kwan-woo: “Kaset CCTV hilang, jadi aku mengetahuinya.”
Pengacara Shin: “Apa kau tidak marah? Dia melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan seorang pengacara?”
Kwan-woo: “Dia menggunakan caranya sendiri untuk mengungkap kebenaran.”
Pengacara Shin: “Dari bagaimana cara aku melihatnya, aku pikir dia salah.”
Kwan-woo: “Aku tidak berpikir dia salah. Aku berpikir bahwa kami hanya berbeda.”
Hye-sung dibalik meja tersentuh dengan perkataan Kwan-woo.
Yoo-chang: “Optimis….kau terlalu optimis.”
Tiba-tiba datang ahjumma pemilik restoran mengantarkan sup untuk Hye-sung, dia kaget Hye-sung ada di bawah. Aish…dengan terpaksa Hye-sung berdiri perlahan-lahan dan dilihat oleh Yoo-chang.
“Hah? Pengacara Jang, kau disini?”
Dan semua anggota trio lelaki melihat ke arahnya.
Hye-sung: “Ya. Aku menjatuhkan uang.”
Yoo-chang: “Bagaimana dengan temanmu? Mengapa kau sendirian?”
Hye-sung menjawab masih dengan anggun: “Mereka pergi duluan.”
Lalu Hye-sung pun keluar dari restoran.
Yoo-chang: “Apakah Pengacara Jang mendengar semua yang kita bicarakan?”
Pengacara Shin: “Siapa yang peduli.”
Kwan-woo peduli, dia langsung mengejar Hye-sung keluar.
Kwan-woo: “Kau mendengar semuanya kan?”
Hye-sung menjawab dengan ketus: “Kau tahu, aku bahkan tidak merasa menyesal sedikitpun padamu. Aku tidak merasa bersalah.”
Kwan-woo: “Aku tahu. Aku juga tidak berpikir seperti itu.”
Hye-sung: “Ya sudah. Apa kau punya acara lain untuk makan malam?”
Kwan-woo bingung: “Apa?”
Hye-sung: “Ada film yang ingin aku tonton.”
Kwan-woo: “Apakah ini mungkin…..”
Dipotong Hye-sung, “Ini bukan kencan. Aku tidak biasa nonton sendirian, jadi aku tidak akan menontonfilm dengan seseorang yang tidak aku kenal. Ini bukan kencan, jangan salah paham.”
Kwan-woo tersenyum, “Aku menyukainya.”
Hye-sung: “Kalau begitu kita bertemu pukul 6.30 di bioskop.”
Kwan-woo masih tersenyun: “Baiklah.”
Hye-sung: “Juga, kau tidak boleh menggunakan kacamatamu, gaya rambut seperti itu, dan kaos kaki putih dengan sepatu hitam.”
Kwan-woo: “Oke…apa? Tapi ini gayaku.”
Hye-sung menatapnya tajam.
Kwan-woo pun tersenyum, “Baiklah, aku mengerti.”
***
Soo-ha sedang berjalan pulang, dia tertarik dengan penjual boneka yang bisa merekam suara. “Untuk seseorang yang kau cintai, biarkan suaramu didengar.” Itu iklannya.
Soo-ha pun menanyakan bagaimana cara menggunakannya, dan mencobanya.
Soo-ha membelinya dan memainkannya sambil berjalan.
Lalu tiba-tiba ada pencuri yang berlari ke arahnya, si pencopet yang di halte kemarin malam. Pakpol meminta bantuan untuk menagkapnya.
Soo-ha membantu pakpol menghajar dan menangkap penjahat itu.
Pistol Pakpol terlempar. Soo-ha akan mengambilnya.
Pakpol: “Menjauhlah. Kami akan menanganinya sendiri.” Pakpol mengambil pistolnya.
Soo-ha: “Aku lebih kuat daripada kau.”
Si pencopet berusaha kabur, tapi kembali dilumpuhkan Soo-ha.
Pakpol mengucapkan terima kasih banyak pada Soo-ha, tapi tidak perlu kata Soo-ha.
Pakpol: “Jangan terlalu mengkhawatirkan Min Joon-guk. Kami akan menanganinya.”
Soo-ha menatap tajam Pakpol: “Bohong. Mulai sekarang, aku tidak akan percaya pada kalian.”
***
Soo-ha sampai di depan rumah, dia memandangi lagi bonekanya. Hye-sung keluar, Soo-ha menyembunyikan bonekanya di balik punggung.
Hye-sung memandangi Soo-ha dengan heran. Soo-ha juga heran, sore-sore begini Hye-sung keluar dengan pakaian rapi.
Soo-ha: “Kau mau kemana?”
Hye-sung: “Oh, itu….”
Hye-sung berpikir, “Jika aku mengatakan akan berkencan dengan Pengacara Cha dia mungkin akan menertawakanku, benarkan?”
Soo-ha: “Kencan dengan Pengacara Cha?”
Hye-sung lupa Soo-ha bisa baca pikirannya. “Bukan kencan. Aku merasa tidak enak. Jadi aku mengajaknya nonton film.”
Soo-ha mempererat pegangannya pada boneka. “Apa yang membuatmu merasa tidak enak?”
Hye-sung: “Kau tahu aku menusuknya dari belakang di persidangan. Aku pikir dia akan marah, tapi dia mengerti. Dia memiliki naluri yang bagus. Dia mengagumkan, jadi aku mengajaknya menonton film.”
Dalam pikiran Hye-sung: “Dia mengatakan apa yang ingin aku dengar. Bahwa aku tidak salah dan aku melakukannya dengan baik.”
Soo-ha: “Benarkah?”
Hye-sung lupa lagi. Dia lalu melihat jamnya.
“Sudah terlambat. Untuk makan malam, aku punya makanan yang dibawakan ibu di lemari es. Makan itu, ok?”
Soo-ha: “Baik.” Soo-ha memandangi kepergian Hye-sung dengan kecewa.
Soo-ha masuk rumah dan duduk memandangi bonekanya. Dia menekan perut bonekanya, dan terdengar rekaman suaranya.
“Kerja bagus, Pengacara Jjang. Kau benar-benar bekerja dengan baik, Pengacara Jjang. Kerja bagus, Pengacara Jjang.”
Soo-ha tersenyum sendirian.
(aw, ternyata Soo-ha juga akan mengatakan apa yang ingin di dengan Hye-sung..)
***
Kwan-woo berjalan dengan gagah. Dengan gaya baru!
Dia bercermin di depan sebuah toko. “Aku melepas kacamata dan membuat sedikit sentuhan pada rambutku. Juga kaos kaki. Semuanya sempurna.”
Dia juga latihan menyapa Hye-sung.
Kemudian dia membeli coklat di toko itu. (coklatnya akan meleleh dalam 1 jam.)
***
Di kantor polisi.
Pakpol Jaga heran melihat Pakpol yang sedang mencari-cari sesuatu.
Pakpol dengan wajah paniknya, “Aku kehilangan pistolku.”
Pakpol Jaga: “APA?! Kapan?”
Pakpol: “Aku tidak yakin.”
Kemudian Pakpol teringat melihat Soo-ha akan mengambil pistolnya siang tadi dan teringat perkataan Soo-ha sebelumnya yang mengancam akan mencari dan membunuh Joon-guk. (Yah, Pakpol kan gak jadi, diambil sama Pakpol koq tadi..)
***
Hye-sung sampai di tempat janjian. Dia datang lebih dulu.
Dia lalu bercermin di depan etalase toko dan membuka satu kancing bajunya. “Tidak boleh. Ini terlalu sexy untuk Pengacara Cha.” (LOL)
Pakpol: “Aku tidak yakin.”
Kemudian Pakpol teringat melihat Soo-ha akan mengambil pistolnya siang tadi dan teringat perkataan Soo-ha sebelumnya yang mengancam akan mencari dan membunuh Joon-guk. (Yah, Pakpol kan gak jadi, diambil sama Pakpol koq tadi..)
***
Ketika Hye-sung berbalik, sudah ada Kwan-woo di sebrang jalan memanggilnya, dan menunjukkan kaos kakinya. Kwn-woo menyembunyikan coklat di punggungnya.
Hye-sung: “Wooo.. Pengacara Cha tidak terlihat buruk dengan model rambut seperti itu. Lalu..haruskah aku menyesuaikan standarnya?” dan akan membuka kancing baju lagi, tapi ada telpon yang menghentikannya.
Hye-sung: “Halo.”
Pakpol: “Pengacara Jang? Apakah kau bersama Park Soo-ha?”
Hye-sung: “Tidak. Ada apa?”
Pakpol: “Aku kehilangan pistolku. Aku pikir Soo-ha mencurinya.”
Hye-sung kaget: “Apa?”
Pakpol: “Dia mengatakan akan menemukan Min Joon-guk dan membunuhnya. Dimana dia sekarang? Apakah dia dirumah?”
Hye-sung syok. Dia teringat Soo-ha yang menyembunyikan sesuatu di punggungnya ketika tadi bertemu di depan rumah. Hye-sung panik.
Hye-sung segera memanggil taksi dan pergi. Kwan-woo dari sebrang berusaha memanggilnya.
Dalam taksi, Hye-sung berkali-kali mencoba menelpon Soo-ha tapi tidak diangkat. Yang bersangkutan sedang mandi.
Hye-sung turun dari taksi, dibelakangnya terlihat mobil Pakpol. Hye-sung berlari ke rumah dan membuka sepatunya. Sampai di dalam dia mencari Soo-ha.
“Soo-ha! Park Soo-ha!”
Soo-ha keluar dari kamar mandi, dia yang tidak tahu apa yang terjadi bertanya mengapa Hye-sung dirumah.
Hye-sung akan bertanya mengenai pistol itu. tapi Pakpol sudah di depan pintu dan memanggilnya.
“Pengacara Jang? Apa kau di dalam?”
“Ya. Tunggu sebentar!” Hye-sung beneran panik.
Soo-ha membaca pikirannya, “Oh tidak, mereka sudah siap akan menangkapnya.”
Soo-ha: “Apa maksudmua? Menangkap siapa?”
Hye-sung menutup mulut Soo-ha dan membawanya ke kamar untuk bersembunyi, “Tunggu disini dan jangan ribut.”
Soo-ha masih ingin bertanya, tapi Hye-sung keburu keluar. Hye-sung membasahi rambutnya dengan shower di dapur. Dan segera keluar.
“Aku kelamaan yah? Maaf, aku sedang mencuci rambut, jadi agak kerepotan tadi. Soo-ha tidak dirumah sekarang. Aku selalu ada disampingnya menjaganya, jadi dia tidak mungkin melakukan sesuatu yang buruk. Jangan khawatirkan dia.” Hye-sung berbicara tanpa henti, ngos-ngosan.
Pakpol tertawa, “Oh, itu.. aku sudah menemukan pistolnya. Itu ada di bawah kursi di mobil polisi.” Pakpol mengatakannya dengan gembira. “Aku datang untuk mengatakannya.”
Hye-sung yang lega langsung memelorotkan (apa ya bahasa benernya?) badannya, “Ah, melegakan..”
Pakpol bertanya: “Pengacara Jang, apa kau baik-baik saja?”
Hye-sung langsung berdiri dan berteriak, “Aku tidak baik! Tidak sama sekali!”
Pakpol dan Pakpol Jaga kaget di bentak Hye-sung, ”Pengacara Jang….”
Hye-sung: “Bagaimana kalian bisa menakuti orang lain seperti ini? Apakah kau tahu bagaimana khawatirnya aku sampai harus berlari kesini?!”
Pakpol Jaga: “Kau bilang sedang mencuci rambut….”
Hye-sung: “Iya! Tahukah kau bagaimana takutnya aku saat mencuci rambut? Tidak.. Soo-ha tidak akan melakukan hal itu. Dia tidak akan pernah melakukan hal menakutkan seperti itu. tuduhanmu sangat tidak menyenangkan dan membuatku khawatir. Jangan mengatakan hal menggelikan seperti itu lagi!”
Pakpol meminta maaf dan pergi.
Soo-ha mendengar semuanya dari dalam kamar.
Hye-sung masuk dan terduduk dibelakang pintu, menghembuskan nafas lega.
Soo-ha menghampirinya.
Hye-sung: “Kau mendengar semuanya?”
Soo-ha: “Ya. Apa kau pikri aku benar-benar mencuri pistol?”
Hye-sung: “Iya… apa dia akan marah karena aku menyangkanya mencuri pistol?apa yang dia pikirkan?”
Soo-ha: “Aku tidak memikirkan apapun. Aku hanya berpikir kau mungkin akan malu dengan wajahmu sekarang ini.”
Hye-sung: “Tidak. Aku tidak malu.”
Setelah Hye-sung pergi ke kamarnya, Soo-ha berkata: “Dan, aku berpikir aku memiliki seseorang yang peduli padaku.”
Hye-sung masuk kamar dan bercermin.
“Haaaaahhhh. Siapa kau?!” melihat wajahnya yang berantakan di cermin.
Lalu Kwan-woo menelponnya.
Hye-sung: “Halo.”
Kwan-woo: “Ya. Ini aku. Apakah ada masalah?”
Hye-sung: “Ah, tidak. Bukan masalah besar. Aku kembali ke rumah karena seseorang yang ku kenal membuat masalah. Tapi sudah tidak apa-apa sekarang.”
Kwan-woo: “Ah, melegakan. Kau tidak menjawab telpom, jadi aku pikir ada sesuatu yang buruk terjadi.”
Hye-sung: “Maafkan aku. Aku tidak berpikir dengan jernih. Kau pulang ke rumah dengan selamat, kan?”
Kwan-woo: “Apa? Ya tentu. Aku baru saja sampai.”
Hye-sung: “Aku benar-benar minta maaf. Mari kita menonton lain waktu.”
Kwan-woo: “Ya. Sampai bertemu besok di kantor.”
Kwan-woo di jalan depan rumah Hye-sung! Ngos-ngosan dan bajunya basah. Sepertinya dia berlari menuju rumah Hye-sung karena takut terjadi sesuatu.
Soo-ha keluar rumah, mengeringkan rambutnya dengan handuk.
Kwan-woo melihat coklatnya yang mungkin sudar lumer. Kwan-woo masih saja bisa tersenyum. Lalu dia melihat ke atas ke arah rumah Hye-sung dan dia melihat Soo-ha. Soo-ha pun akhirnya melihat Kwan-woo.
Kwan-woo berusaha melihat dengan jelas, dan dia mengingat pemuda itu adalah pemuda yang sama yang mengantar Hye-sung saat mabuk dulu.
Soo-ha juga berusaha melihat dengan jelas siapa pria yang disana, dia mengenalinya. Lalu Hye-sung keluar, Soo-ha angsung menghalangi pandangan Hye-sung.
Hye-sung: “Kau sedang melihat apa?”
Hye-sung: “Apakah ada sesuatu?”
Hye-sung bergerak ke kiri, Soo-ha juga. Hye-sung bergerak ke kanan, Soo-ha juga.
Hye-sung akan mengambil jemuran, tapi dihalangi Soo-ha. “Aku akan mengambil jemurannya….tunggu saja di dalam.”
“Benarkah?“
“Hmmm..”
Hye-sung pun masuk ke dalam. Soo-ha melihat lagi ke bawah, Kwan-woo sedang berjalan pergi. Soo-ha mengibas-ngibaskan tangannya, seperti mengusir ayam, hus…hus… J
Dan tersenyum, menang…
***
Soo-ha dan Hye-sung melipat jemuran yang telah kering.
Soo-ha bertanya apakah Hye-sung sudah menelpon Pengacara Cha, dengan ekspresi yang sebenarnya tidak ingin tahu.
Hye-sung bilang Kwan-woo sudah sampai rumahnya.
Hye-sung: “Aku berpikir kau bodoh, tapi aku rasa tidak. Belajar dengan baik…”
Hye-sung mengeluarkan kertas dari balik punggungnya. Daftar nilai Soo-ha. “Kau berada di peringkat pertama di semua pelajaran.”
Soo-ha: “Apa itu? Kau mengambilnya dari tas ku?”
Hye-sung: “Apa kau mencontek saat ujian? Apa kau membaca pikiran guru dan menulis jawabannya?”
Soo-ha merebutnya, “Guru telah menyelesaikan jawabannya lebih dulu, jadi aku bisa mendapatkan jawabannya.”
Hye-sung: “Jadi, kau selalu pintar?”
Soo-ha: “Lebih dari itu, aku lebih cepat memahami daripada orang lain di kelas. Karena aku membaca pikiran guru. Itu bekerja secara otomatis.”
Soo-ha: “Terasa buruk setelah mendengarnya.. ‘aku lebih pintar daripada kelihatannya?’ aku terlihat seperti apa?”
Hye-sung: “Dari luar, kau terlihat seperti berandalan. Dan dengan ekspresi mukamu, itu terlihat menakutkan.”
Soo-ha: “Jadi, kau berpikir mungkin aku mencuri pistol itu? kau sangat takut samapi membatalkan kencanmu?”
Hye-sung: “Aku tidak takut, tapi aku khawatir. Dua orang pria, Jeong Pil-seung dan Jeong Pil-jae, melakukan pembunuhan untuk balas dendam.”
Soo-ha: “Benarkah?”
Hye-sung: “Mereka membunuh pria yang memperkosa kekasihnya. Mereka membunuh seseorang yang membuat mereka seharusnya tidak terjatuh (di penjara). Karena mereka tidak percaya pada hukum. Orang macam itu, adalah kau dan aku. Walaupun kau ingin membunuh, jangan melakukannya. Dengan begitu semua pembenaran akan menghilang. Seberapa buruk Min Joon-guk dan bagaimana kita membencinya, itu semua akan menghilang. Saat kita membunuh, kita tidak lagi menjadi korban. Kita menjadi pembunuh. Jadi, jangan berpikir untuk membalas dendam pada Min Joon-guk. Mengerti?”
Soo-ha tidak menjawab, hanya menunduk sambil melipat pakaian.
Hye-sung memegang pipinya, terlihat ekspresi sedih dari wajah Soo-ha, “Apa yang aku pikirkan? Cepat jawab.”
Soo-ha: “Tapi, bagaimana jika dia mencoba untuk membunuhmu?”
Hye-sung: “Walaupun begitu, jangan lakukan. Karena aku akan menjaga diriku sendiri. Jangan pernah kau berkata akan membunuh Min Joon-guk dan lupakan.”
(sedih aku…. T_T)
Hye-sung melihat daftar nilai Soo-ha lagi, “Menjadi pembunuh itu adalah tidak berguna dengan nilai seperti ini. Kau pasti sangat beruntung. Kau akan diterima universitas manapun yang kau mau.”
***
Pakpol mengobrol dengan Pakpol Jaga. Pakpol takut ketahuan oleh atasannya kalau dia menghilangkan pistolnya.
Pakpol Jaga: “Tapi, mengapa kau menyangka Park Soo-ha yang mencurinya?”
Pakpol: “Karena saat dia melihat pistolnya jatuh, aku melihat matanya.”
Pakpol Jaga: “Kenapa? Bagaimana kelihatannya?”
***
Soo-ha dikamarnya, melihat kartu nama tempat yang menyediakan jasa pelacakana nomor.
Terdengar suara Pakpol:
“Aku berpikir dia akan melakukan sesuatu dengan pistol itu. Aku ketakutan dan gugup.”
Flashback, Soo-ha pergi ke tempat itu dan meminta mereka melacak nomor Min Joon-guk. Mereka akan mengirimkan alamatnya pada Soo-ha setelah berhasil menemukannya.
Di tempat lain, di ruangan sempit, Min Joon-guk memandangi makanan pemberian ibu. Dia terlihat bimbang.
Soo-ha mengambil daftar nilai miliknya dan meremasnya.
Min Joon-guk membuang makanan dari ibu ke toilet.
Soo-ha mengeluarkan pisau.
-------Bersambung ke Episode 7--------