Senin, 21 Oktober 2013

Shi On maju dan memeluk Yoon Seo. Terpana mendapat pelukan itu, Yoon Seo tak mampu menggerakkan tubuhnya. Namun setelah tersadar, ia langsung mendorong Shi On dan bertanya apa yang sedang Shi On lakukan. 


Dengan polos Shi On menjawab kalau ia hanya ingin menghibur. Dulu Yoon Seo juga memberi pelukan saat menghiburnya, saat ia merasa sedih karena kakaknya. Karena itulah sekarang ia melakukan hal yang sama.
Yoon Seo mengerutkan kening, curiga. Benarkah Shi On benar-benar tulus, tanpa ada niat lain? Shi On mengangguk. Wajah polos Shi On meyakinkan Yoon Seo, dan ia bernafas lega.
Di sisi lain kota Seoul, ada seorang ibu dan anak berjalan-jalan malam. Melihat putrinya lelah, sang ibu menyuruh putrinya duduk di bangku taman sementara ia membelikan minuman hangat untuk mereka berdua.
Si anak, yang bernama Yeong Seo, patuh dan duduk di bangku sambil melihat orang-orang yang lalu lalang.
Terdengar suara bel sepeda dari seorang pengendara sepeda. Bel sepeda itu dibunyikan berkali-kali, agar para pejalan kaki mengetahui ada sepeda yang akan melintas. 
Ada seorang pria di depannya, bel sepeda itu terus berbunyi. Pria itu tiba-tiba berbalik dan mencengkeram stang sepeda untuk kemudian mendorong sepeda dan pengendaranya ke semak-semak.
What the..?
Tak berhenti sampai situ saja. Pria yang menutupi wajahnya itu menghampiri gadis itu dan menikamnya sambil berkata marah, “Kau terlalu berisik.”
Astaga! Gadis itu buru-buru melarikan diri, dan pria itu tak mengejarnya, berbalik untuk berjalan lagi. Tapi ia kemudian mendongak ke atas.
Young Seo menyaksikan semua itu. Matanya tak berkedip dan sekujur tubuhnya gemetar karena pria itu melihatnya. Tubuhnya tak bisa bergerak saat melihat pria itu lari memburunya, masih dengan pisau di tangan. 
Dan terdengar jeritannya.
Ibu Young Seo yang muncul membawa minuman, ikut menjerit dan menjatuhkan kedua gelas itu.
Ya Allah.. semoga nggak ada orang seperti itu di lingkungan kita. Note to self : jangan pernah sekali-kali meninggalkan anak di tempat umum sendirian.
Shi On dan Yoon Seo duduk berdua. Shi On mencoba membuka percakapan. “Bulan bentuknya seperti pizza, ya..” Krik.. krik.. “Kalau dilihat-lihat, bulan kelihatan seperti pizza keju tanpa topping apapun..” Krik.. krik..Shi On semakin canggung karena tak dapat membuat percakapan yang menarik.
Yoon Seo tersenyum pada Shi On dan minta maaf karena ia tadi marah akan masalah Dong Jin, tapi ia minta agar Shi On tak mengulangi hal seperti itu lagi. Ia juga bertanya apakah mereka dapat kembali berteman seperti dulu lagi? Shi On mengangguk, ia akan melakukan hal itu membuat Yoon Seo sedikit kaget karena cepatnya Shi On menyetujui usulannya.
Shi on pun menjelaskan kalau dari dulu kebanyakan orang selalu merasa terbebani jika berada di dekatnya, jadi ia langsung mengerti kalau ada orang yang merasa seperti itu. Dan Shi On tahu kalau sekarang Yoon Seo merasakah hal yang sama. Ia tak ingin Yoon Seo merasakan hal itu karena dirinya.
Yoon Seo  langsung membantah. Ia mengaku kalau ia bukannya merasa tak nyaman, tapi karena ia egois. Ia menyukai saat-saat kebersamaan mereka dan meski tahu perasaan Shi On padanya, ia masih meminta agar mereka bisa berteman lagi, “Tapi jika kau tak mau, kita tak perlu melakukan hal itu.”
Shi On terdiam sejenak dan kemudian memutuskan kalau ia tetap akan berteman dengan Yoon Seo. Ia tak akan merengek seperti anak-anak karena keinginannya tak terpenuhi, “Sejalan dengan berlalunya waktu, kedewasaanku juga tumbuh semakin tinggi.”
Yoon Seo sedikit ragu, apakah Shi On benar-benar bisa melakukannya? Shi On yakin karena ia ingin makan makanan enak dan minum bersama Yoon Seo. Memikirkan kalau ia tak bsa melakukan hal-hal itu lagi bersama Yoon Seo malah membuatnya semakin frustasi.
Pembicaraan mereka terpotong karena ada telepon dari rumah sakit. Mereka berdua pun segera kembali. Begitu pula dengan Do Han yang ternyata juga pulang lebih cepat. Ternyata Yeong Seo terbaring dengan perdarahan hebat di perut.
Operasi pun segera dilakukan karena terjadi perdarahan di liver, usus 12 jari dan organ lainnya, dengan Do Han dan Yoon Seo melakukan bersama-sama dengan merawat di dua organ yang berbeda. Untungnya operasi berhasil dilakukan.
Ibu Young Seo menangis, berkali-kali mengucapkan terima kasih, saat Do Han memberitahukan hasil operasi Young Seo. Putrinya adalah satu-satunya yang ia miliki setelah suaminya yang menjadi pemadam kebakaran meninggal dalam tugas. Polisi memberitahukan kalau pelakunya keburu kabur sebelum tertangkap. Do Han menatap Young Seo yang tertidur dengan perasaan marah.
Begitu pula dengan para residen. Sun Joo teringat kalau di awal tahun ada juga pasien anak yang masuk rumah sakit karena kasus kekerasan seperti ini. Dan ternyata malam ini ada 6 korban kasus kekerasan, walau untungnya mereka hanya cedera ringan.
Ha? 6 orang? Benar-benar psikopat.
Do Han datang dan memerintahkan Jin Wook dan Shi On untuk mengawasi kesehatan Young Seo. Tapi ia juga meminta agar Yoon Seo juga ikut memonitor perkembangan kesehatan gadis itu.
Sementara Shi On kembali bertugas, Yoon Seo pulang. Walau begitu Shi On kembali mengantarkan Yoon Seo ke depan rumah sakit. Hal ini membuat Yoon Seo bertanya apakah sekarang Shi On sedang mengantarkannya pulang? 
Tak seperti sebelumnya, Shi On kali ini jujur mengatakan iya, dan ia tak mau mencari alasan lagi, “Aku tak ingin membeli palu lagi. Toko bangunan Tae Yang itu jauhnya 3 halte bis. Benar-benar terlalu jauh.”
Yoon Seo tersenyum geli. Shi On berkata kalau ia melakukan hal ini karena dunia adalah tempat yang kejam dan menyeramkan. Ia sebagai yang lebih kuat, akan melindungi orang yang lebih lemah.
“Memang dunia ini kejam dan menyeramkan.  Tapi apakah kau sekuat itu?” tanya Yoon Seo tak percaya.
Shi On mengangguk, “Aku lebih kuat daripada penampilanku. Aku dapat membelah apel dan membuka kaleng tuna dalam sekali tarikan!”
Yoon Seo menggoda kalau Shi On ini benar-benar Hercules. Shi On tersenyum dan ia akan mentraktir Yoon Seo makan enak besok.  Yoon Seo menyanggupi dan ia melangkah pergi.
Shi On mengawasi kepergian Yoon Seo dan berkata dalam hati, “Seperti ini sudah cukup bagiku. Melihat wajahmu yang tersenyum dan selalu berada di sampingmu. Semua itu sudah cukup bagiku. Dalam pikiranku, aku merasa tingkat kedewasaanku sudah tumbuh lebih tinggi 15 cm.”
Di kamar, Yoon Seo memungut mawar yang kemarin ia buang, namun kali ini mawar itu ia pasang di dinding. Dan ia pun tersenyum memandanginya.
Jin Wook menemukan In Hye duduk sendiri. Jin Wook duduk disebelahnya dan minta maaf atas semua yang terjadi. In Hye menggeleng. Ia sebenarnya bukan marah karena Jin Wook merahasiakan pekerjaan In Hye kepadanya. Tapi ia marah karena sekarang sudah tak ada kesempatan lagi agar Jin Wook bisa bersama kakaknya, 
“Bagaimana mungkin seorang dokter sepertimu pacaran dengan seseorang yang bekerja di tempat seperti itu?”
Jin Wook mulanya juga terkejut. Namun sekarang ia akhirnya menyadari betapa besar kasih sayang In Young sehingga mau mengorbankan segalanya untuk In Hye, “Ia bahkan dengan ikhlas menjadi gadis bar demi adiknya, sesuatu yang jarang bisa kau lakukan walau itu demi keluarga. Kau akan mengerti jika kau dewasa nanti.
Anehnya, aku percaya sesuatu yang tak nampak dari luarnya lebih berarti. Banyak hal yang tersembunyi yang malah merupakan hal yang paling penting dalam hidup ini." Jin Wook tersenyum dan merangkul In Hye yang matanya sudah berkaca-kaca.
Ayah Shi On kembali memarahi perawat karena membawakan bubur lagi dan menyuruh perawat agar membawakan makanan yang enak. Walau takut, perawat tetap menolak dan buru-buru pergi.
Shi On yang sedari tadi memperhatikan ayahnya dari luar, tak luput dari teriakan ayahnya yang menyuruhnya masuk. Takut-takut ia menghampirinya ayahnya yang langsung memintanya untuk membelikan makanan dari luar.
Di luar dugaan ayah, Shi On menolak permintaannya karena ayah memang hanya dibolehkan makan bubur saja, makanan lain akan melukai tenggorokan Ayah. Ayah mulai membentaknya seperti biasa. Memang siapa Shi On berani melarangnya? Shi On menjawab tegas kalau ia adalah seorang dokter, maka ia tahu apa yang terbaik untuk ayah, “Jadi ayah harus minum obat yang diresepkan dokter. Tak boleh terlewatkan sedikitpun!!”
Shi On pun buru-buru pergi. Baru di luar kamar, Shi On menarik nafas, meredakan jantungnya yang berdebar kencang karena takut.
Yay! 1 – 0 untuk Shi On.
Chae Kyung bertanya pada ibu tirinya, apakah benar Presdir Jeong yang membuat ayahnya semakin parah hingga meninggal? Kenapa Presdir Lee tak memberitahukan sebelumnya? Presdir Lee meminta maaf. Saat itu ia tak ingin membebani Chae Kyung yang sudah sangat terluka karena ditinggalkan ayahnya dan itu juga permintaan mendiang ayah Chae Kyung.
Chae Kyung marah. Seharusnya hal itu diberitahukan padanya di kemudian hari, “Apa Anda dapat memperbaiki hanya dengan minta maaf?” Chae Kyun marah lebih pada dirinya sendiri, “Mengapa Anda membuatku menjadi orang jahat?”
Yoon Seo menghadap Do Han. Ada permintaan konsultasi dari Rumah Sakit Anak Boston yang ditujukan pada dr. Choi dan dr. Choi memberikannya pada Do Han. Mereka berdua pun mempelajari kasus tersebut. Ada pasien hydrocephalus (penyakit menumpuknya cairan di dalam otak) di RSA Boston yang harus dioperasi kembali.
Anak itu adalah pemain baseball yang berusia 10 tahun dan kepalanya terluka parah saat latihan dan mengidap hydrocephalus sejak kejadian itu. Do Han berkata kalau pasien itu harus diterapi dengan VP Shunt
VP Shunt : memasang selang kecil yang menghubungkan ventrikel/ruang dalam otak dan peritoneum/ruang dalam perut untuk mengalirkan kelebihan cairan dalam otak ke dalam rongga perut. Di rongga perut, cairan akan diserap secara alami sehingga meringankan tekanan pada otak.
Tapi dari laporan yang dibaca Chae Kyung, nampaknya hal itu sudah dilakukan namun tak begitu efektif. Anak itu sudah menjalan 10 kali operasi namun belum ada hasilnya. RSA Boston sedang mencari alternative, metode operasi lain selain VP Shunt. Do Han berkata kalau tak ada metode lain selain VP Shunt. Yoon Seo menambahkan kalau pasien adalah orang Korea.
Shi On kebetulan datang dan Do Han memanggilnya untuk urun pendapat. Shi On memandangi hasil CT Scan pasien hydrocephalus itu cukup lama dan kemudian berkata kalau tak ada jalan keluar lain untuk mengatasi hal ini.
Yoon Seo terlihat kecewa, namun Do Han berkata kalau mereka akan memberikan jawaban dengan seperti itu saja.
Chae Kyung menemui Wapresdir Kang untuk menyampaikan pesan pada Presdir Jeong kalau Presdir Jeong akan menerima balasannya suatu hari nanti karena telah menipunya.  Wapresdir Kang sedikit geli mendengar ancaman Chae Kyung, karena pihak yang lemah tak bisa melakukan hal itu pada pihak yang kuat.
Chae Kyung sebentar lagi akan menggantikan Presdir Lee dan duduk di dewan pembina. Dan tindakan itu sebagai pemberian dari Presdir Jeong yang ingin meminta maaf atas masa lalu yang terjadi. Tapi Chae Kyung menjawab dengan dingin kalau ia sudah berubah pikiran. Ia tak butuh permintaan maaf ataupun pemberian Presdir Jeong.
Para perawat, Yoon Seo dan Shi On menantikan kedatangan Yeong Seo yang akan pindah ke kamar perawatan. Shi On khawatir karena Yeong Seo masih terlalu takut. Lagi-lagi Perawat Jo tak dapat menahan geram dan mengeluarkan sumpah serapah yang ditujukan pada penusuk itu, membuat yang lain heran.
Perawat Nam bertanya bukankah Perawat Jo akan menjadi orang pertama yang akan kabur jika penusuk itu muncul? Ekspresi Perawat Jo langsung berubah jinak dan malu-malu membenarkan.
Young Seo tiba ke ruang perawatan namun tatapan matanya kosong. Karena kondisi Young Seo sudah baik dan menduga Young Seo bisa mengidentifikasikan, polisi datang untuk mencari keterangan tentang si penusuk itu.  Shi On  dan ibu Young Seo mulanya tak mengijinkan, tapi polisi meminta agar pemeriksaan segera dilakukan agar pelakunya segera tertangkap dan tak menimbulkan korban lagi. Do Han pun mengijinkan.
Maka Young Seo ditanyai. Walau tatapannya kosong, tapi Young Seo mendengar pertanyaan itu. Sekelebat ia kembali ke saat-saat setelah ia tertusuk dan ibunya mencoba menghalanginya. Ternyata saat ibu dan penusuk itu tarik-tarikan, tak sengaja kain penutup wajah penusuk itu tersingkap. Namun hanya sesaat karena pria itu menutupkan kain itu kembali.
Tapi Young Seo tak bersuara. Tangannya gemetar dan badannya menjadi kaku. Semua panik melihat kondisi Youn g Seo yang tiba-tiba drop. Do Han segera memeriksa Young Seo dan meminta agar pemeriksaan dihentikan sampai di sini.
Di luar, Shi On mengatakan kalau kadang orang-orang tak mengerti jika anak mendapat kekerasan di waktu kecil, luka trauma akibat kekerasan itu akan tetap menempel dan membengkak semakin besar (katanya sih sebesar ruang olah raga. Ha.. I know, lebay), “Semakin keras untuk melupakannya, setiap hari luka itu itu semakin sakit dan sakit lagi.”
Do Han menduga kalau Shi On tahu bagaimana mengatasi ketakutan Young Seo. Shi On mengangguk. Ia memberitahu caranya, “Aku hanya perlu menyakinkannya kalau ada seseorang yang sangat kuat di sisinya sehingga Young Seo tak perlu khawatir.”
Do Han menghela nafas, ia tahu kalau ayah Young Seo sebagai figur yang kuat sudah meninggal. Shi On pun melanjutkan kalau ia sendiri pun juga memiliki figure yang kuat, “Bagiku itu adalah hyung, juga Anda,” kata Shi On mengagetkan Do Han.
Aww… Shi On-ah.. polos banget sih mengungkapkan perasaannya, dulu pada Yoon Seo, sekarang pada Do Han.
Tanpa mereka sadari, ada seseorang yang duduk dan menguping pembicaraan mereka. Akkhh.. psikopat itu! Ngapain dia ke rumah sakit?
Di ruang bermain, Shi On melihat anak-anak sedang belajar memukul, karena kata orang, semakin banyak mereka memukul, semakin pintar pula mereka berkelah. Shi On berseru kalau berkelahi itu tak baik. Namun si Giant (lupa namanya siapa, yang gendukt pokoknya) berkata kalau belajar beladiiri itu perlu. Walau ia tak ingin berkelahi, apa yang bisa ia lakukan jika anak-anaklain mengganggunya?
Shi On diam, sepertinya setuju dengan pendapat mereka. Anak-anak itu menyuruh Shi On untuk mencoba memukul, karena rasanya sangat menyenangkan. Shi On pun akhirnya mencoba. Satu pukulan. Haha.. atau mungkin satu sentilan, karena boneka itu hanya bergerak sedikit.
Anak-anak pun mengajari Shi On bagaimana cara memukul yang benar. Shi On melakukannya lagi dan kali ini berhasil. Anak-anak bertepuk tangan memujinya.
In Hye masih marah dan terus membelakangi kakaknya walau In Young sudah meminta maaf. Tapi In Hye tidak marah karena pekerjaan In Young, “Aku marah dan sedih karena aku selalu menjadi bebanmu.”
“Kau ini satu-satunya adikku. Apa maksudmu kau ini adalah beban?” bujuk In Young.
In Hye akhirnya menatap kakaknya. Ia minta agar ia dapat keluar dari rumah sakit besok karena ia sebenarnya tak suka rumah sakit.
Tapi In Young tahu apa yang membuat In Hye merasa berat tinggal di rumah sakit, maka ia berkata, “Aku telah berhenti dan aku berjanji tak akan kerja di sana lagi. Uang yang kukumpulkan sudah cukup. Ayolah kau  segera operasi.” 
Shi On ke kantin untuk makan siang. Ibu memperhatikan Shi On, namun tak berani menyapanya. Shi On akhirnya sadar kalau ada ibu di hadapannya. Tapi ia buru-buru menunduk, menghindari tatapan ibunya.
Ia cepat-cepat mengambil makanan dan langsung mencari tempat duduk. Dan dari sekian banyak meja kosong, Shi On memilih duduk di sebelah dr. Go. Setelah menyapa mereka, tanpa ba bi bu ia langsung makan.
Dr. Go yang sedang ngobrol dengan Il Kyu hanya bisa bengong melihat Shi On yang duduk di sebelahnya dengan santai, “Kenapa kau duduk di sini tanpa permisi?”
Il Kyu pun juga bengong. Ia bertanya apakah sudah ada yang menggantikan Shi On jaga? Sambil terus mengunyah, Shi On berkata kalau Sun Joo yang sedang menggantikannya. Dr. Go dan Il Kyu berpandang-pandangan, namun akhirnya mereka memutuskan untuk membiarkan Shi On.
Shi On tiba-tiba berceletuk kalau ia sudah memesan 20 paket Sup Sapi pedas dari Home Shopping, sebagai persiapan kalau dr. Go menginap di rumahnya lagi. Ia bahkan dengan bangga kalau ia berhasil memesan sebelum kehabisan, “Sekarang Anda bisa makan itu untuk meredam mabuk Anda.”
Dr. Go terbelalak. Dengan gugup ia melirik Il Kyun yang tampak tak percaya, “Ke.. ke.. kenapa aku harus pergi ke rumahmu?”
Shi On tak menjawab, malah mengajak Il Kyu untuk ikut menginap di rumahnya. Il Kyu menolak dan menyuruh mereka bersenang-senang berdua saja. Dr. Go mendelik kesal pada Shi On. Tapi Shi On tak mengerti dan menatapnya dengan polos.


Ibu Shi On menceritakan perihal Shi On yang tak mau melihatnya, pada Yoon Seo. Ia ikhlas menerima perlakuan itu karena Shi On memang berhak marah padanya.
Yoon Seo kasihan melihat ibu Shi On yang sedih namun pasrah dengan sikap Shi On. Ia berkata walau di luar Shi On seperti itu, tapi ia percaya di dalam hatinya tidak, “Shi On sekarang memang sudah dewasa tapi dia sedang dalam proses lebih dewasa lagi. Kumohon Ibu tetap percaya padanya dan menunggu sedikit lebih lama lagi.”
Ibu mengusap air matanya. Ia bersyukur karena Yoon Seo telah melakukan apa yang harusnya ia lakukan pada Shi On selama 20 tahun ini dan berterima kasih kepada Yoon Seol.
In Hye duduk terpekur saat Shi On muncul dan mengatakan kalau ia senang mendengar In Hye mau dioperasi.
In Hye malah bertanya apakah hidup ini biasanya memang seberat ini? Ia merasa kalaupun ia dioperasi, rasanya tak akan ada perubahan yang lebih baik.
Shi On segera menangkap maksud In Hye, “Karena kakakmu? Kakakmu akan merasa bahagia. Benar-benar bahagia.” In Hye masih merasa tak yakin.
Yoon Seo pulang bersama dengan Shi On yang kali ini minta tukar jadwal jaga dengan Jin Wook. Yoon Seo mulai ribut, sibuk menerka makanan apa yang akan mereka santap malam ini. Ia kesal karena Shi On tak mau mengatakannya, “Kita kan juga sebentar lagi akan memakannya. Kenapa main rahasia-rahasiaan?”
Mereka terus berjalan dan Yoon Seo membayangkan sampai hampir menitikkan air liur, "Apa kalbi? Atau sushi dengan sashimi? Babi asam manis? Ahh.. ikan.. beberapa hari ini aku sudah ngidam ikan..”
Tiba-tiba suara klakson berbunyi dan Shi On langsung menarik Yoon Seo, agar tak tertabrak mobil. Keduanya terkesiap karena hampir tak ada jarak di antara mereka. Buru-buru keduanya saling menjauh, dan Yoon Seo langsung berteriak memarahi si pengendara mobil, lebih karena untuk menutupi kecanggungannya.
Shi On bertanya apakah Yoon Seo baik-baik saja? Dengan wajah setenang mungkin, Yoon Seo mengiyakan. Namun nada suaranya sedikit bergetar saat ia bertanya lagi kemana mereka akan malam ini.
Ternyata makan malam yang sudah membuat Yoon Seo ngiler adalah makan spaghetti di rumah Shi On. Hahaha.. Yoon Seo cemberut, bukan karena makan spaghettinya, tapi waktu masaknya Shi On itu loh.. lama sekali, “Apa dia pergi ke Italia untuk mencari spaghetti?” serunya keras.
Shi On merasa tersindir, “Maaf, tapi tunggu sebentar lagi. Aku hanya perlu merebus mie-nya.”
“Kau baru merebus mie-nya sekarang?” Yoon Seo sudah mulai naik darah. Ia menghela nafas, menenangkan diri.
Akhirnya selesai juga. Yoon Seo mengerutkan kening melihat spagettinya bukan spaghetti biasa, melainkan somen. (Note : penampakan luar somen mirip dengan spaghetti, tapi kandungan isinya berbeda). Shi On mengaku kalau ia lupa membeli spaghetti. Hahaha.. kok bisa?
Yoon Seo pun tak mempermasalahkan, “Selama rasanya enak..” Ia memasukkan somen spaghetti ke mulutnya .. dan langsung mengernyit. “Bagaimana rasanya?” tanya Shi On. Yoon Seo menyuruhnya untuk mencoba sendiri.
Dan Shi On pun langsung mengernyit muak saat memasukkan satu suapan ke mulutnya, “Rasanya seperti nasi campur bawang merah dikasih saus pedas!”
“Jangan pernah lagi kau memasak sesuatu untukku!” seru Yoon Seo. Shi On minta maaf dan Yoon Seo pun membuat perjanjian dengan Shi On, “Kita berdua.. tak usah memasak.”
Hehehe.. Shi On langsung menyetujui usulan itu. Yoon Seo menggerutu mendengar Shi On cepat sekali menyetujui usulannya. Dan ia langsung meminta menu yang biasanya saja, “Aku sudah lapar.”
Dan mereka pun akhirnya makan malam berdua dengan menu lama.
Kimbab segitiga.