Shi On menelepon seseorang dan rupanya tebakan semuanya benar, karena orang itu adalah dr. Go. Dengan gerakan secepat Superman, dr. Go berlari bergegas menuju UGD, membuat suster jaga kaget.
*Rasanya pengen ketawa aja, karena kamera men-shoot dr. Go yang lari secepat kilat seperti film action, tapi menggunakan musik ala kartun.*
Namun saat dr. Go melihat hasil CT Scan, ia panik karena melihat kasusnya sudah kronis. Usus sudah mendesak naik ke diafragma sehingga menjepit paru-paru dan usus itu sekarang menjadi sel mati (necrosis). Shi On meminta dr. Go untuk segera melakukan operasi.
Dr. Go menggeleng. Sudah terlambat. Jika operasi dilakukan sekarang, jantungnya akan berhenti. Bagaimanapun Shi On memandang, memohon, tapi dr. Go masih belum berani memutuskan untuk melakukan tindakan operasi.
Kabar itu rupanya sampai juga ke kamar operasi Joo Nam. Mereka tahu kalau pasien Shi On itu memang gawat darurat, tapi operasi Joo Nam masih belum selesai. Yoon Seo mengajukan diri untuk melakukannya. Do Han bertanya apakah Yoon Seo yakin mampu melakukannya?
Yoon Seo menjawab kalau apapun yang akan terjadi, yang pertama kali harus dilakukan adalah melakukan pembedahan dulu dan melihat seberapa jauh necrosis itu menyebar.
Dr. Go tetap keukeuh walau apapun yang mereka lakukan itu sudah terlambat. Begitu mereka membedah anak itu, anak itu akan mati. Dr. Go memutar otak, mencari jalan untuk menyelamatkan. Padahal waktu yang berharga setiap detiknya terus berlalu.
Tiba-tiba pandangan dr. Go tertumbuk pada tangannya. Tangan yang kapalan yang sebelumnya dipuji Shi On. Ia menoleh melihat pasien itu dan akhirnya memutuskan, “Dr. Park, siapkan ruang operasi dan dokter anestesi. Juga panggil salah satu residen yang ada.”
Shi On terkejut mendengar keputusan dr. Go sehingga ia sempat bengong sesaat, membuat dr. Go membentaknya, menyuruhnya buru-buru.
Yoon Seo mencari pasien kritis itu di UGD, tapi tak ada. Dokter jaga berkata kalau pasien itu sudah dipindahkan ke ruang operasi dengan dr. Go yang melakukan tindakan. Yoon Seo terkejut mendengarnya.
Dr. Go tak tahu kalau Yoon Seo tak membantu operasi Do Han lagi. Jadi ia menyuruh Shi On untuk menjadi asisten operasinya, kan Shi On juga salah satu residen bedah. Shi On sedikit kaget, namun ia mengiyakan.
Operasi pun dimulai. Dan seperti dugaan dr. Go, baru beberapa saat ia membuka dada si pasien, semua tanda-tanda vital pasien melemah. Padahal mereka harus menarik usus yang terjepit di diafragma agar memperbaiki pernafasan, baru setelahitu necrosisnya baru bisa diangkat.
Dr. Go mencoba bersikap tenang dan tangannya mencari-cari usus yang tersangkut itu. Tapi tak ketemu. Terdengar bunyi peringatan dari mesin. Tekanan darah pasien semakin melemah. Dr. Go mempercepat pencariannya, tapi tak ketemu. Ia mulai panik karena harus berpacu dengan waktu.
Shi On memejamkan mata, dan membayangkan organ dalam pasien. Ia membuka mata dan berkata, “Dok, refraktor.” Dr. Go meminta refraktor, dan segera setelah terpasang, pencariannya jauh lebih mudah, dan ia segera menemukan usus yang tersangkut itu.
Namun walau usus itu sudah diangkat, tapi tanda vital tak segera naik. Bunyi tiit panjang menggema di ruangan. Pasien dalam bahaya!
Dr. Go berkata kalau necrosis akan ia tangani nanti dan sekarang ia minta defribilator (alat kejut jantung).
Sentakan pertama, 50 joule. Tak ada reaksi.
Sentakan kedua, 100 joules. Tetap diam. Dr. Go mematung panik melihat mesin tetap konstan, tapi Shi On memanggil menyadarkannya. Dengan tangannya, ia memompa jantung pasien itu.
Yoon Seo datang untuk melihat bagaiman operasi tersebut. Begitu pula Do Han yang sudah selesai melakukan operasi. Nampak raut khawatir terpancar dari wajah mereka, terutama Yoon Seo yang dulu pernah mengalami hal ini saat operasi Min Hee.
Dr. Go terus memompa walau suara panjang itu terus berbunyi,”Ayolah..! Ayolah..!”
Dan seperti mematuhi perintah dr. Go, suara itu berhenti dan membuat suara denyut konstan. Salah satu perawat berseru kalau denyut jantungnya sudah kembali.
Semua menghela nafas lega, terutama dr. Go. Tapi operasi belum selesai. Sekarang saat untuk mengambil necrosis-nya.
Do Han dan Yoon Seo mendesah, melepaskan ketegangan mereka. Dan mereka melihat dr. Go mulai mengambil necrosis dan menyelesaikan operasi.
*Nggak nyangka saya terharu melihat dr. Go.*
Dr. Go tertidur kelelahan di ruangannya. Do Han masuk dan memuji tindakan dr. Go. Sebelumnya ia menyangka dr. Go akan mentransfer pasien ke rumah sakit lain seperti sebelumnya. Sedikit menggerutu, dr. Go bertanya, “Apa ada alasan membiarkan anak itu mati di jalan?”
Do Han tak menjawab dan minta diri. Tapi sebelum pergi, dr. Go berterima kasih pada Do Han.
Do Han pergi, muncul Shi On yang masuk ke ruangannya dengan berlari, membuat dr.Go memarahinya.
Tapi Shi On tak peduli. Ia malah mengacungkan jempolnya, mengejutkan dr. Go, “Seperti yang sudah saya duga, Anda adalah orang yang pantas saya hormati.”
“Anak ini.. kau selalu mengejekku akhir-akhir ini,” omel dr. Go yang mencoba menyembunyikan senyumnya.
Aww..
Hubungan Shi On dan dr. Go ini menjadi topik utama dari percakapan para residen bedah anak. Saat para residen minus Shi On makan di luar karena ditraktir oleh Kil Nam, mereka membicarakan dua orang itu. Shi On yang sekarang sering membantu dr. Go (bahkan saat melakukan tindakan operasi) dan dr. Go yang sekarang sering mengunjungi laboratorium dan ruang medical record.
Yoon Seo heran, apakah dr. Go sekarang sedang tukeran roh dengan orang lain? Haha.. Il Kyu pun memberitahu apa yang ia dengar dulu, kalau dr. Go juga pernah menginap di rumah Shi On, “Aku tak tahu apa yang mereka lakukan. Tapi Park Shi On memberitahu kalau ia sudah mempersiapkan sup untuk mengatasi mabuk dan dr. Go dipersilakan datang berkunjung.”
Mereka tertawa, merasa kombinasi Shi On dan dr. Go adalah sesuatu yang aneh dan tak cocok.
Shi On memeriksa Joon Young dan Joon Young bertanya apakah Shi On menyukai baseball? Shi On menggeleng. Ia tak bisa juga tak tahu peraturan, kecuali tim akan berganti posisi setelah 3 kali mati dan ada yang namanya home run.
Joon Young berkata kalau baseball itu mengasyikkan dan Shi On sekali-kali harus pergi bermain saat punya waktu luang. Ia akan mengajari Shi On dan ia merasa senang sekali karena dapat mengajarkan dokter yang cerdas.
Wapresdir Kang tersenyum mendengar putranya antusias ngobrol dengan Shi On.
Tak seperti biasanya, dr. Go menerima konsultasi pasien dengan penuh senyum dan perhatian. Il Kyu yang sedari tadi mengikuti praktek dr. Go, hendak bertanya sesuatu. Tapi ia ragu mengatakannya.
Pada Yoon Seo yang memeriksanya dengan khawatir, In Hye meminta agar Yoon Seo tak terlalu menyalahkan diri sendiri. Ia jatuh pingsan bukan karena Yoon Seo. Ia pun bertanya apakah Yoon Seo tahu kalau cinta Shi On pada Yoon Seo itu sangat besar?
“Jika cinta itu kecil, maka gampang untuk dilihat. Namun jika cinta itu sangat besar, maka sangat sulit terlihat,” In Hye menjelaskan dengan mata menerawang. “Aku juga tak bisa melihat cinta kakakku dengan jelas.”
Yoon Seo mengusap kepala In Hye sayang. In Hye merasakan begitu besar kasih sayang In Young saat ia pingsan. “Dan saat aku sadar kembali, aku benar-benar ingin hidup. Demi kakakku.”
In Hye berkata kalau ia dan Yoon Seo berdiri di tempat yang sama. Mereka sama-sama tak melihat cinta yang begitu besar itu. Yoon Seo tersenyum. Walau tak menjawab, ia kelihatan memikirkan ucapan In Hye.
Pertanyaan Il Kyu yang sebelumnya tak terucapkan, akhirnya muncul saat ia minum dengan dr. Go. Sejak dulu ia ingin menayakan hal ini, “Saat nilai saya jatuh dan saya terancam gagal, mengapa Anda memberikan nilai tinggi pada saya? Apakah karena ibu saya memberikan uang?”
Dr. Go sudah mengangkat tangannya dan membentak Il Kyu, memang Il Kyu pikir bagaimana dirinya? Tapi Il Kyu membutuhkan jawaban. Maka dr. Go pun berkata, “Apakah kau benar-benar ingin tahu kenapa? Karena kau ini mirip denganku.”
Il Kyu terkejut mendengar penjelasan dr. Go. Dr. Go melanjutkan kalau ia sebenarnya sangat ingin menjadi seorang dokter bedah, tapi yang mempelajari ilmu itu hanyalah orang-orang jenius. “Aku sudah mencoba terbaikku. Bukannya berhasil mengejar mereka, tapi aku malah semakin ketinggalan. Saat itu aku hampir saja tak dapat bertahan, dan kau mirip dengan bagaimana aku dahulu.”
Dr. Go mengakui kalau cara yang ia lakukan itu salah. Tapi ia ingin Il Kyu dapat bertahan, karena ia pikir Il Kyu akan melakukan hal yang terbaiknya jika Il Kyu tetap berada di sana. “Sedangkan aku.. dahulu tak ada yang melakukan hal seperti itu untukku,” kata dr. Go muram sambil minum segelas soju lagi.
Il Kyu akhirnya mengerti dan terharu mendengar ucapan seniornya. Mereka pun minum lagi.
Jin Wook menyuruh Shi On untuk pulang karena Shi On sudah jaga selama 3 hari. Mulanya Shi On tak mau, tapi Jin Wook memaksanya untuk tidur nyenyak dan setelah itu Shi On dapat kembali ke rumah sakit lagi, “Jika kau kurang konsentrasi, maka dapat terjadi kecelakaan yang tak diinginkan.”
Shi On pulang. Namun di tengah jalan ia melihat dr. Go dan Il Kyu terkulai mabuk. Ya ampun.. masak ya Shi On mau menggotong mereka berdua?
Keesokan paginya, dr. Go dan Il Kyu sama-sama terbangun sambil berteriak kaget. “Dok, apa yang Anda lakukan padaku?” tuduh Il Kyu saat melihat tubuh mereka hanya ditutupi oleh selimut. Bwahahaha… dr. Go, kembali dengan rambut jabriknya, tergagap-gagap berkata kalau ia tak melakukan apa-apa. LOL.
Tiba-tiba terdengar suara, “Pakaian kalian penuh noda sup, jadi aku mencucinya,” kata Shi On.
Reaksi dr. Go? “Kenapa aku ada di sini lagi?” tanyanya bingung. Hahaha.. déjà vu, ya Dok? Shi On menjelaskan kalau ia menemukan mereka tak sadarkan diri di warung pinggir jalan. Mereka berdua menghela nafas lega (karena tak terjadi apapun di antara mereka). Shi On pun menyuruh mereka untuk segera sarapan, “Sup untuk mengatasi mabuk sudah siap. Makanlah sekarang. Cepat, cepat.”
Hahaha.. mati gaya mereka berdua karena harus sarapan dengan memakai selimut saja. Ditambah lagi saat Shi On menawarkan baju miliknya karena baju mereka belum kering.
Wapresdir Kang mencari anaknya yang tiba-tiba menghilang di kamarnya. Ia akhirnya menemukan Joon Young sedang bermain dengan anak-anak di ruang bermain dan ditemani oleh istrinya. Walau Wapresdir Kang menyuruh Joon Young agar istirahat, tapi istrinya bilang kalau Joon Young ingin bermain dengan anak-anak lain.
“Joon Young begitu berbeda jika dibandingkan saat ia berada di Amerika. Ia suka dengan para dokternya dan ia kelihatan sangat bersemangat,” ujar istrinya sambil tersenyum cerah. “Ia kelihatan menikmatinya sama seperti ia menyukai baseball.”
Wapresdir tak menjawab, tapi ia tahu kalau ucapan istrinya itu ada benarnya.
Yoon Seo sakit kepala mendengar ibunya sudah mengatur pertemuan blind date-nya tanpa berbicara lebih dulu padanya. Akhirnya ia menyanggupi untuk datang, tapi hanya untuk satu jam saja.
Saat akan keluar rumah sakit, ia bertemu dengan Shi On yang berkata kalau Yoon Seo pulang cepat hari ini. Yoon Seo refleks berbohong dengan mengatakan kalau ia akan pergi reunion dengan teman sekelasnya. Yoon Seo mengernyit sendiri mendengar kebohongan yang tak ia rencanakan itu.
Dan seperti janjinya pada ibunya, Yoon seo hanya tinggal selama satu jam saja. Di luar ia mengomel-ngomel sambil mencoba berjalan tegak karena sepatu hak tinggi dan roknya.
Kemana? Ke rumah sakit tentunya. Ia berdiri di belakang Shi On. Tapi Shi On tak menyadari kehadirannya sampai ia memanggil namanya. Reaksi Shi On sepertinya sesuai dengan harapannya karena Shi On langsung bangkit dan berseru memujinya, “Wow wow wow.. Kau benar-benar cantik. Seperti pembawa berita jalm 9 malam.”
Yoon Seo tersenyum senang, tapi senyumnya lenyap saat Shi On meneruskan dengan bertanya mengapa Yoon Seo kemari dan tidak langsung pulang ke rumah? Bingung mencari jawabannya, Yoon Seo menjawab, “Memang itu mauku. Apa itu jadi masalah?”
LOL, judesnya Yoon Seo kumat.
Yoon Seo bercerita kalau ia baru saja menjalani blind date dengan si jaksa Voldemort. Melihat Shi On hanya mengangguk acuh, ia menambahkan kalau ibunya yang menyuruhnya jadi ia duduk sebentar di sana untuk beberapa saat. Shi On kembali mengangguk, seakan tak mempemasalahkan hal itu.
Tapi reaksi Shi On membuat Yoon Seo penasaran, “Apa kau tak merasa kesal sedikitpun? Sebelumnya aku berbohong kalau aku akan pergi reuni.” Shi On tak merasa kesal, dan itu malah membuat Yoon Seo yang kesal sendiri melihat Shi On yang tak bereaksi apapun mengenai hal ini.
Maka Shi On pun berkata kalau ini adalah pertama kalinya ia melihat Yoon Seo memakai rok sejak ia bekerja di rumah sakit. Pujian itu membuat Yoon Seo sedikit terhibur, tapi ia terus bertanya apakah Shi On tak marah? Benar-benar tak kesal? Shi On mengangguk, dan wajah Yoon Seo pun cemberut kembali mendengar jawaban Shi On.
Ia pun pergi meninggalkan Shi On. Setelah kepergian Yoon Seo, Shi On baru menampakkan kekecewaannya. Aww… poor puppy..
Joon Young menggenggam tangan ayahnya dan berkata kalau ia sangat suka dengan rumah sakit ini. “Anehnya, setelah aku datang kemari, rasa sakitku mulai berkurang, seperti sebelum aku terluka.”
Joon Young teringat saat ia pindah sekolah karena di sekolah baru itu ada pelatih yang terkenal. Tapi kenyataannya performance-nya malah menurun jauh dan karena itulah ia kembali ke sekolah lamanya.
“Pelatih sekolahku memang tak terkenal tapi ia membuatku merasa nyaman. Karena itulah aku bisa mencetak banyak home run. Dan sama seperti sekarang. Aku merasa jauh lebih sakit saat aku dirawat di rumah sakit besar di Amerika. Baik secara fisik maupun emosi,” Joon Young menjelaskan.
Mata Wapresdir Kang berkaca-kaca, tapi ia tetap tersenyum dan mengusap kepala putranya dengan sayang. Hanya saat di luar kamar, ia menampakkan kekalutan yang luar biasa.
Namun Wapresdir Kang akhirnya memutuskan dan meminta Do Han untuk mengoperasi anaknya. Do Han bertanya mengapa Wapresdir Kang akhirnya berubah pikiran.
Wapresdir Kang menjelaskan kalau Joon Young ingin dioperasi di sini. Tapi alasan itu bukanlah satu-satunya. Ia menghela nafas dan menjelaskan, “Aku ingin seseorang memenuhi harapanku. Tapi ternyata aku yang harus memilih harapanku sendiri dan orang lain tak bisa melakukannya untukku. Kecemasanku sebagai ayah telah menyebabkan dirinya kehilangan piliihannya untuk berharap. Aku menyadarinya sekarang, karena itulah aku merubah keputusanku.”
Tapi Wapresdir Kang ingin memastikan kalau masalah kesehatan putranya dan rumah sakit adalah dua hal yang berbeda. Do Han memastikan kalau hal itulah yang akan terjadi, karena ia sekarang berbicara dalam kapasitasnya sebagai dokter penanggung jawab Joon Young.
Ayah mengungkapkan kekesalannya karena Shi On tak pernah menjenguknya. Ibu berkata kalau Shi On itu adalah dokter yang sibuk. Ayah menghina Shi On dengan bertanya apa ada pasien yang mau dirawat oleh si bodoh itu?
Ibu membela Shi On. Anak mereka tidak pernah bodoh karena bisa masuk ke rumah sakit ini. Tapi ayah tahu kalau Shi On bisa masuk dengan dukungan dr. Choi. Ibu kesal mendengar hinaan suaminya, “Sangat sulit bertahan di sini kalau kau tak ahli.”
Ayah menyuruh ibu diam dan membantunya bangun. Namun belum sempat ia berdiri, ia sudah jatuh pingsan, membuat ibu panik.
Yoon Seo memimpin briefing sebelum operasi Joon Young. Mereka membicarakan masalah yang mungkin terjadi, yaitu saat selang yang dipasang akan lepas dan saluran tulang belakang bisa bocor yang menyebabkan pembengkakan dan itu sangat berbahaya.
Operasi pun dimulai. Wapresdir Kang memperhatikan dari ruang observasi. Dokter bedah sarah mulai melakukan pembedahan. Proses memasukkan selang berhasil dilakukan.
Di pinggir, Do Han mengernyit kesakitan membuat Yoon Seo yang berdiri di sebelahnya, waspada. Tapi Do Han berhasil menahan rasa sakit itu dan ia maju untuk menggantikan proses pemasangan selang ke kandung empedu.
Do Han memegang pisau, namun tangannya gemetar karena menahan sakit. Kali ini ia memegang perutnya, terjatuh menabrak meja alat, membuat yang lain berteriak cemas.
Begitu pula sang ayah yang memperhatikan dari atas.